
Peluang News, Jakarta – Wacana penggunaan hak angket DPR RI yang digulirkan politikus PDI Perjuangan Ganjar Pranowo terkait dugaan kecurangan Pilpres 14 Februari lalu, mendapat dukungan Partai NasDem, PKB, dan PKS.
Ketiga partai Koalisi Perubahan pengusung capres-cawapres Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar itu menyatakan akan menunggu PDIP menggulirkan proses hak angket di DPR. Sikap ini disampaikan Sekjen NasDem Hermawi Taslim, Sekjen DPP PKB Hasanuddin Wahid, dan Sekjen PKS Aboe Bakar Alhabsy.
Ketiga sekjen partai pendukung pasangan Anies-Muhaimin itu bersama-sama menyatakan sikap usai rapat di NasDem Tower, Jakarta, Kamis malam (22/2/2024).
Politikus PDIP Adian Napitupulu menegaskan, hak angket DPR merupakan solusi dari upaya mengungkap berbagai dugaan kecurangan Pemilu 2024. Meski begitu, PDIP belum resmi menyatakan akan mendukung hak angket yang diusulkan Ganjar. Adian mengklaim masyarakat sudah tidak mempercayai penyelenggara negara, seperti KPU dan Mahkamah Konstitusi.
“Pilihannya adalah hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan pada pelaksanaan Pemilu 2024. Mau tidak mau pilihannya hak angket,” kata Adian saat berbicara pada dialog spesial “Rakyat Bersuara: Suara Rakyat vs Sirekap”.
Sebelumnya, Ganjar mengusulkan partai pendukungnya di DPR untuk menggulirkan hak angket terkait dugaan kecurangan Pilpres 2024 mesti disikapi. “Jika DPR tak siap dengan hak angket, saya mendorong penggunaan hak interpelasi atau rapat kerja,” kata Ganjar. Gayung bersambut, Anies pun menyampaikan dukungannya agar partai-partai dari Koalisi Perubahan ikut menggunakan hak angket.
Politikus PKS yang juga Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan, wacana penggunaan hak angket dugaan kecurangan pemilu cukup ditanggapi secara proporsional berbasiskan konstitusi. Karena hal ini salah satu hak DPR yang dijamin dan diberikan oleh konstitusi, UUD 1945.
Dalam pasal 20 A ayat 2 UUD 1945, jelas HNW, DPR dalam melaksanakan fungsinya, memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Hak angket adalah hak DPR untuk menyelidiki pelaksanaan peraturan perundangan yang tidak sesuai.
Dalam hal ini, kata dia, peraturan perundangan dimaksud adalah UU Pemilu. Asas pemilu yang bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai pasal 22 E ayat 1, serta prinsip kedaulatan untuk memilih ada di tangan rakyat sesuai pasal 22 E ayat 2 dan pasal 1 ayat 2 UUD 1945, dinilai telah dilanggar penyelenggara pemilu maupun ASN hingga presiden dengan ketidaknetralan mereka.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Yanuar Prihatin, mengatakan tidak perlu takut dengan wacana pengajuan hak angket DPR terkait pelaksanaan Pemilu 2024. Langkah ini sebelumnya mencuat untuk merespons dugaan kecurangan pemilu.
Yanuar menegaskan hak angket memiliki tujuan yang baik. Karena menguji dan melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang atau kebijakan pemerintah yang bersifat strategis dan penting/juga berdampak luas kepada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
“Hak angket adalah hak konstitusional DPR yang dijamin oleh undang-undang. Jika syaratnya terpenuhi untuk pengajuan hak angket ini, maka tak ada satupun orang yang boleh menghalangi proses ini,” kata politikus PKB itu.
Secara terpisah, Pakar Hukum Tata Negara UGM Yance Arizona menyebut bahwa hak angket bukan jalan untuk menyelesaikan sengketa hasil pemilu. Hak angket dugaan kecurangan pemilu hanya untuk membuktikan benar tidaknya dugaan tersebut.
“Hak angket itu bukan dalam konteks penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa ya tetap di MK,” kata Yance, dalam diskusi bertajuk “Sepekan Setelah Coblosan: Quo Vadis Demokrasi Indonesia?” di Fisipol UGM, Jumat (23/2/2024).
“Hak angket itu ya untuk membuktikan apakah ada kecurangan netralitas pemerintah, memanipulasi pemilu misalnya. Itu bisa melalui hak angket. Apalagi kalau ada indikasi melakukan perbuatan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” ujarnya.
Kendati demikian, menurut dia, hak angket tetap penting untuk dilakukan untuk lebih membuka seberapa besar dugaan kecurangan pemilu jika memang benar dilakukan.
Terlebih dalam hak angket sendiri DPR dapat melakukan penyelidikan terhadap dugaan-dugaan pelanggaran itu. Dalam hal ini secara umum dugaan kebijakan pemerintah dalam peraturan strategis yang berdampak luas terhadap masyarakat, termasuk Pemilu 2024.
“Secara matematika itu mungkin untuk dilakukan. Kalau hak angket dijalankan nanti akan dibuat panitia angket yang akan bisa melakukan memanggil. Dia bisa manggil menteri, bisa manggil KPU, Bawaslu untuk datang memberikan keterangan ataupun ahli-ahli yang lain,” kata dia.
“Kalau mereka tidak mau datang bisa dilakukan upaya paksa. Jadi itu kelebihan hak angket. Jadi sudah mirip-mirip kayak polisi dia nih DPR-nya bisa melakukan upaya paksa dibantu polisi,” tutur dia.
Namun sekali lagi, dia menuturkan bahwa upaya penyelidikan melalui hak angket berbeda dengan penyelesaian sengketa di MK. Hak angket lebih digunakan untuk mengevaluasi pemilu ke depan.
“Menurut saya sih bagus juga dilakukan hak angket itu karena di hitungan-hitungan nggak akan sampai ke impeachment juga tetapi hak angket itu bisa menjadi satu mekanisme kita untuk mengevaluasi pemilu ini,” tutur dia.
Hak angket sendiri merupakan satu dari tiga hak pengawasan yang memang dimiliki oleh DPR. Syarat pengusulan hak angket adalah setidaknya dilakukan oleh 25 anggota DPR dari lebih dua fraksi.
“Nanti baru bisa dilakukan angket kalau disetujui setengah dari anggota DPR. Anggota DPR sekarang 575 artinya dia bisa dijalankan kalau didukung oleh 288,” jelasnya.
Hak angket jika memang dilakukan, tambah Yance, dapat menjadi pembuka jalan untuk DPR melangkah untuk melakukan revisi UU Pemilu. Revisi itu nanti dapat didasarkan pada rekomendasi hasil panitia angket.
“Kalau soal anulir putusan KPU untuk penetapan pasangan calon yang terpilih itu bukan urusannya hak angket bukan urusannya DPR itu nanti tetap urusannya Mahkamah Konstitusi,” kata Yance, menandaskan. []