octa vaganza

Hadapi Kelesuan Ekonomi dengan Cerdas

Kunci keberhasilan pada setiap kesulitan adalah tetap berpikir positif dan hilangkan pemikiran optimisme berlebihan yang akhirnya justru menjadi bumerang.

HINGGA akhir tahun 2021 tampaknya merupakan sebuah era ‘masa-masa ekonomi sulit’. Hal ini terkonfirmasi dengan sangat mudah dapat disaksikan dan dibuktikan oleh siapa pun. Banyak faktor yang terjadi dan sepertinya semua media sudah banyak yang mengulas fakta-fakta perlambatan bahkan minusnya pertumbuhan ekonomi. Meski begitu, sebagai manusia, kita tetap perlu melanjutkan kehidupan. Bahasa kerennya, “The show must go on.” 

Apakah meratapi perubahan ekonomi yang sedang mengalami kelesuan akan memberikan jalan atau titik terang? Tentu saja jawabannya tidak. Biasanya contoh atau cerita ini digunakan banyak motivator untuk mengangkat semangat orang-orang. Meski begitu kiranya boleh juga kita membawanya dalam sudut pandang seorang pelaku di dunia ekonomi.

Banyak yang sudah menunjukkan bahwa kesalahan utamanya terletak pada pemikiran yang terlalu fokus pada masalah, bukan pada solusi. Apakah anda saat ini sudah fokus pada solusi? Contoh mudahnya, bila saat ini secara fakta dapat kita lihat semua pergerakan saham mengalami penurunan atau stagnan, artinya ada saham dari perusahaan bagus yang saat ini ikut turun terbawa tren. Ya, meski secara fakta memang perusahaan itu juga mengalami penurunan kinerja.

Satu hal, perusahaan yang baik bukanlah perusahaan yang tidak merugi atau tidak melesu ketika bisnis dan perekonomian melesu, melainkan perusahaan yang mampu bertahan dari segala keadaan ekonomi. Meski perekonomian buruk, dia dapat bertahan; dan ketika membaik, dia mampu membaik lebih cepat. Artinya, bisa kita sadari bahwa ada harga yang terdiskon dari merek terbaik. Hal lain yang perlu dibuang adalah pemikiran optimistis. Wow. Tidak salah? Optimisme adalah sebuah hal yang baik, kan?

Dalam kondisi yang tidak mendukung, terkadang optimisme justru membawa kita pada tindakan spekulatif. Contohnya, karena anda sangat optimistis bahwa bulan depan nilai tukar mata uang akan membaik, maka anda tidak melakukan skema lindung nilai atau dalam bahasa populernya hedging. Sehingga, anda tidak memproteksi nilai tukar anda.

Yang terjadi, nilai tukar justru memburuk. Apa yang terjadi dengan optimisme anda? Bukankah justru akibat rasa percaya diri terlalu tinggi membuat kita terjebak pada aksi nekat? Bukankah nekat itu juga bagian dari spekulasi? Hal yang perlu ditingkatkan dalam sebuah kondisi yang sulit adalah sikap yang positif. Artinya, posisikan diri secara cerdas.

Kejadian sangat miris yang terjadi akibat optimisme berlebihan telah memakan korban jiwa di Hongkong. Akibat harga saham yang mengalami penurunan, seorang wanita lompat bunuh diri dari sebuah tempat perbelanjaan. Ketika kita melihat penurunan harga saham, ketakutan orang adalah tidak adanya masa depan dari sebuah penurunan pasar yang terjadi, nyatanya?

Kelesuan perekonomian dunia bukan terjadi baru kali ini, bahkan Indonesia pun pernah mengalaminya. Tahun 1998 dan 2008? Namun, apakah setelah itu tidak terjadi perbaikan? Ya, jawabannya hingga hari ini ada. Perekonomian bisa kembali membaik dan inilah hal positif yang perlu kita tanamkan pada diri kita: “Seberapa jauh penurunannya maka sebesar itulah potensi kenaikannya.”

Menjadi seorang pelaku dalam dunia ekonomi yang sedang dalam kelesuan justru memerlukan pengetahuan dan kemampuan yang lebih positif, meski syarat terakhirnya adalah tetap menjaga modal. Kunci keberhasilan pada setiap kesulitan adalah tetap berpikir positif dan hilangkan pemikiran optimisme berlebihan yang akhirnya menjadi bumerang bagi diri sendiri.●

Exit mobile version