hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Fokus  

Glosari Asuransi Gagal Bayar Bernilai Fantastis

Perusahaan asuransi, yang seharusnya hanya menjamin jiwa pemegang polis, justru memberikan garansi imbal hasil pasti (fixed return) melalui produk asuransi berbalut investasi.

AWAN gelap merundung industri asuransi di Indonesia belakangan ini. Kasus gagal bayar terjadi di begitu banyak lembaga penjaminan ini. Sejauh pantauan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sudah 13 buah asuransi berstatus gagal bayar. Enam di antara gagal bayar asuransi kepada pemegang polis/nasabahnya berjumlah fantastis. Karut marut di industri asuransi nasional ini tentu saja menggerus kepercayaan konsumen dan masyarakat terhadap industri asuransi. Padahal, Asosiasi Asuransi Jiwa (AAJI) mencatat peneterasi asuransi jiwa di Indonesia baru 8 persen pada 2022.

Pihak OJK telah mengambil sejumlah langkah pengawasan sampai pencabutan izin usaha kepada asuransi yang bermasalah. Berikut ini 6 dari 13 perusahaan asuransi gagal bayar dengan jumlah yang fantastis kepada pemegang polis atau nasabahnya. OJK mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life) per Senin karena tidak dapat memenuhi rasio solvabilitas (RBC, risk based capital) sesuai ketentuan yang berlaku.

Bakrie Life mengalami kesulitan keuangan akibat kesalahan dalam penempatan investasi. Perusahaan asuransi milik Group Bakrie ini terlalu agresif menggelontorkan dana nasabah di pasar modal. Imbasnya, Bakrie Life defisit karena jatuhnya nilai investasi mereka. Pada 2009, total kewajiban Bakrie Life kepada nasabah Rp400 miliar. Sampai tahun 2014, sekitar 200 nasabah pemilik dana Rp270 miliar yang pembayarannya belum dilunasi.

OJK mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Bumi Asih berdasarkan keputusan Dewan Komisioner OJK pada 18 Oktober 2013. Perusahaan yang didirikan 14 September 1967 ini dinilai tidak mampu lagi memenuhi ketentuan yang berkaitan dengan kesehatan keuangan. Di antaranya adalah rasio kecukupan modal (RBC). OJK mencatat Bumi Asih punya utang Rp85,6 miliar dari 10.584 pemegang polis, baik polis asuransi perorangan maupun kumpulan. Perusahaan tidak dapat menambah modal melalui pemegang sahamnya sebesar Rp1,06 triliun.

Kasus gagal bayar yang mendera PT Asuransi Jiwasraya (Persero) juga bermula dari masalah penempatan dana investasi. Jiwasraya mengalami gagal bayar polis kepada nasabah terkait produk investasi Saving Plan. Produk tersebut adalah asuransi jiwa berbalut investasi hasil kerja sama dengan sejumlah bank sebagai agen penjual. Perusahaan asuransi pelat merah ini tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran Rp12,4 triliun. Dalam laporan keuangannya, aset berupa saham pada Desember 2017 tercatat Rp6,63 triliun, menyusut drastis menjadi Rp2,48 triliun pada September 2019. Kondisi kinerja investasi yang terpuruk ini membuat rasio kecukupan modal sampai minus 805 persen. Seiring berjalannya kasus, kerugian negara dalam skandal korupsi Jiwasraya sebesar Rp16,81 triliun.

Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 juga alami salah kelola perusahaan. Di akhir tahun 2018, perusahaan ini gagal bayar klaim asuransi. Asetnya sebesar Rp10,28 triliun. Sedangkan kewajibannya mencapai Rp31 triliun. Sampai akhir semester I-2019, rasio RBC Bumiputera diketahui minus 628,4 persen. Pada akhir Januari 2019, total klaim jatuh tempo yang belum dibayarkan mencapai Rp2,7 triliun.

OJK mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life) pada 5 Desember 2022. Berdasarkan penghitungan valuasi aset terakhir pada tahun 2021, diketahui Wanaartha Life memiliki aset tanah dan bangunan ataupun benda bergerak sekitar Rp100 miliar. Wanaartha Life juga diketahui memiliki jaminan wajib senilai Rp170 miliar. Dengan begitu, aset Wanaartha Life diperkirakan sekitar Rp270 miliar. Sementara itu, kewajiban perusahaan (liabilitas) sebesar Rp15,84 triliun. Pihak perusahaan menjelaskan, audit internal juga melaporkan jumlah nasabah ada sekitar 29.000 orang.

Kresna Life mengalami gagal bayar pada polis K-LITA dan PIK karena terjadinya masalah likuiditas portofolio investasi dengan alasan ada pandemi Covid-19 di tahun 2020. Oleh karenanya, Kresna Life menunda setiap transaksi penebusan polis yang akan dan jatuh tempo sejak tanggal 11 Februari 2020 sampai 10 Februari 2021. Hanya saja, permasalahan berlanjut karena perusahaan tak kunjung membayarkan klaimnya. Secara total, terdapat 12.000 klaim polis bernilai Rp6,4 triliun yang harus dibayarkan Kresna Life.

Kok asuransi gagal bayar? Pengamat Hukum Bisnis dan Asuransi Budi Kagramanto menilai banyaknya kasus gagal bayar investasi di perusahaan asuransi jiwa karena ada aturan dari regulator yang dilanggar. Perusahaan asuransi, yang seharusnya hanya menjamin jiwa pemegang polis, justru memberikan garansi imbal hasil pasti (fixed return) melalui produk asuransi berbalut investasi.

Buntut-buntutnya, perusahaan tidak mampu menutup selisih kewajiban dengan aset, baik melalui setoran modal oleh pemegang saham pengendali atau mengundang investor. Perencana Keuangan OneShildt Consulting, Imelda Tarigan, mengamini pernyataan Irvan dan Safir. Ia menekankan produk asuransi sejatinya sangat mulia karena mengambil alih risiko kerugian finansial dari pemilik polis. Menurut Imelda, produk asuransi adalah produk wajib dimiliki oleh siapa pun yang ingin merencanakan masa depan keuangannya dengan baik.

Bisnis asuransi adalah bisnis pengalihan risiko yang tidak akan bermasalah jika dijalankan sesuai fungsinya. “Namun, karena edukasi kita kurang, pengawasan juga gak jalan dengan baik, akhirnya ini yang terjadi. Asuransi dijual dengan tidak tepat, produk tidak sesuai, cara yang salah, dan pasar juga gak benar. Akhirnya bermasalah dan merusak nama asuransi,” ujar Eko.

Guna menanggulangi risiko tersebut, berikut tips untuk calon nasabah :

Kenali produk asuransi. Calon nasabah perlu kenal produk mana yang dibutuhkan karena produk asuransi itu sangat banyak jenis dan fiturnya. “Kalau anda masih sangat newbie, jangan membeli produk asuransi yang mencakup investasi. Pilihlah yang murni menanggung risiko saja,” kata Imelda Tarigan. Pahami fungsi asuransi dan disesuaikan dengan kebutuhan. ” Ketika kita tidak tahu kebutuhan kita, kemungkinan salah produk dan salah fungsi menjadi besar,” ujar Eko Endarto.

Pahami hak dan kewajiban. Sebelum membeli produk asuransi tersebut. “Lihat baik-baik produk asuransinya, pelajari hak dan kewajiban kita sebagai nasabah sebelum memutuskan beli produk asuransi,” kata Safir.

Cek laporan keuangan perusahaan asuransi. Lakukan window shopping terlebih dahulu. Momen tersebut juga bisa digunakan untuk membandingkan harga premi dan produk. “Setelah paham produknya, carilah perusahaan yang menyediakan produk itu. Lihat laporan keuangannya, perhatikan tingkat RBC-nya, sebaiknya di atas 125 persen. Perhatikan reputasi perusahaan, siapa manajemen dan pemiliknya. Pilihlah yang independen dan profesional,” saran Imelda Tarigan.●(Zian)

pasang iklan di sini