BENGKULU—-Kabupaten Kepahiangan mempunyai luas 704,57 Km2 dan populasi sekitar 133 ribu jiwa, mempunyai potensi ekonomi kopi. Areal penghasil kopi sejak masa Penjajahan Belanda berada pada dataran tinggi 800 hingga 1.200 meter dari permukaan laut tersebut, dengan luas lahan 24.123 hektar. Mayoritas penduduk Kabupaten Kepahiang merupakan petani kopi.
Saat ini petani sudah belajar untuk melakukan panen kopi petik merah. Buah kopi yang belum matang berwarna hijau. Yang sudah agak matang berwarna kuning. Yang matang, berwarna merah. Yang berwarna merah yang bermutu tinggi.
Seorang anak muda tamatan Fakultas Ekonomi Universitas Bengkulu Acep Abdul Rahman, sejak 2010 salah seorang mengajarkan petani untuk memilih kopi yang bagus. Meskipun bukan peminum kopi, Acep mengaku punya hobi yang cukup aneh, yaitu menyotir kopi. Hasilnya dia bisa membantu petani.
“Ada sekitar 30 petani saya koordinir, saya mengelolanya dan mencarikan pasarnya. Saya mengarahkannya ke pasar premium untuk robusta dan kopi luwak,” kata Acep,ketika dihubungi Peluang, Rabu (12/9/2018).
Hasilnya dalam sebulan petani yang ada dalam kelompoknya mampu memproduksi kopi premium sebanyak 200 kilogram. Setiap kilogram dijual Rp150 kilogram. Selain itu ada penjualan kemasan sachet dengan harga Rp25 ribu per sachet. Acep menggunakan brand dengan nama “Fine Robusta Petik Merah Bengkulu”.
“Kendala kami adalah pemasaran. Di Bengkulu sendiri, masyarakat hanya tahu bahwa kopi itu harganya murah. Padahal ada kopi yang premium, saya mengarahkannya,” ucap Acep.
Kemasan Fine Robusta Bengkulu-foto: dokumentasi Pribadi.Pemasaran dilakukan secara daring (online), namun ada juga pembeli datang ke lokasi. Di antara mereka ada turis yang berasal dari Jerman dan Korea.
Dia juga mengakui, Pemerintah Daerah Bengkulu juga ikut membantu memberikan pelatihan. Saat ini katanya produksi kopi di Bengkulu sudah menacapai 70 ton per tahun (van).