
Peluang News, Jakarta – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema ‘Mengatasi Tantangan dan Memanfaatkan Peluang di Sektor Komunikasi dan Informatika Indonesia’ untuk menghadapi tantangan yang kian meningkat.
Adapun FGD yang diikuti oleh perwakilan dari kementerian dan lembaga terkait, pelaku usaha, hingga akademisi ini membahas mengenai sejumlah tantangan yang ada, mulai dari kesenjangan digital, ancaman keamanan siber, hingga pemerataan sumber daya manusia cakap digital.
Apalagi, Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi menilai bahwa sektor telekomunikasi dan informatika punya potensi untuk berkembang pesat.
Sebagai gambaran, pengguna internet seluler di dunia pada tahun 2023 sebesar 4,7 miliar dan diperkirakan mencapai 5,5 miliar di 2030. Sementara kontribusi sektor seluler terhadap PDB global pada 2023 sebesar 5,7 triliun dolar Amerika (AS) Serikat dan diperkirakan mencapai 6,4 triliun dolar AS di 2030.
Kendati demikian, sektor telekomunikasi dan informatika dunia, termasuk Indonesia, masih menghadapi tantangan.
Pertama, tantangan kesenjangan konektivitas di mana 3,4 miliar populasi dunia belum memiliki akses internet, padahal 90% tinggal di area yang sudah dijangkau layanan mobile broadband. Berikutnya, tantangan tantangan risiko keamanan siber.
“Ancaman keamanan siber seperti kebocoran data menjadi salah satu risiko utama yang dihadapi industri telekomunikasi dan informatika,” ucap Budi Arie.
“Jadi terkait dengan sektor telekomunikasi dan informatika di Indonesia, ada sejumlah isu penting yang harus ditangani bersama. Pertama, soal kesenjangan digital yang penyelesaiannya harus melalui pendekatan ekosistem, pendekatan sektor atau industri, dan juga pendekatan wilayah,” tambahnya.
Sedangkan untuk kesenjangan talenta digital, Indonesia diperkirakan membutuhkan 12 juta talenta digital pada 2030 yang akan datang.
“Apabila tidak ada terobosan, maka kita hanya bisa mencapai 9 juta. Isu yang tidak kalah penting adalah keamanan siber, karena ini merupakan masalah bersama,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Komunikasi dan Informasi, Firlie Ganinduto menambahkan, Indonesia juga menghadapi tantangan dari minimnya dan tidak meratanya talenta-talenta yang cakap digital.
Sebagian besar talenta digital yang terampil terpusat di Pulau Jawa dan tidak terdistribusi secara merata di seluruh Indonesia.
DKI Jakarta memiliki persentase penduduk dengan kecakapan digital tertinggi (92%), jauh di atas rata-rata Indonesia yang hanya 75%. Sementara menurut riset Bank Dunia dan McKinsey laporan Asian Development Bank, Indonesia membutuhkan 9 juta talenta digital selama periode 2015 – 2030, atau rata-rata 600 ribu orang per tahun.
“Kesenjangan ini disebabkan oleh faktor-faktor seperti akses internet berkecepatan tinggi yang terbatas, sistem pendidikan yang belum sepenuhnya mendukung pengembangan keterampilan digital, dan peluang terbatas untuk memperoleh keterampilan digital di luar Pulau Jawa,” ungkap Firlie.
Menurutnya, berbagai tantangan tersebut hanya bisa diatasi apabila semua pemangku kepentingan berkolaborasi untuk mencari solusi bersama.
“Oleh karena itu, Kadin Indonesia berinisiatif menggelar FGD yang bertujuan untuk memetakan dan menganalisis tantangan yang ada, kemudian membahas dan merumuskan rekomendasi kebijakan strategis untuk menjawab tantangan tersebut sekaligus meningkatkan sinergi antar pemangku kepentingan,” tuturnya.