Tiga fenomena. Prosedur dan nawaitunya identik. Zigzag dan kejar setoran.
Pertama, gagasan pemindahan Ibu Kota Negara dari DKI Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kaltim. Diungkapkan Presiden sejak 2019. Penyusunan UU IKN ditandai dengan dikirimnya Surat Presiden ke DPR, 29 September 2021. Tanggal 7 Desember DPR membentuk Pansus RUU IKN. Berisi 56 anggota dari 9 fraksi di DPR RI. Sejak awal tahun 2022, pembahasannya dikebut.
Rapat Pansus RUU ini digelar hampir semalaman, sejak Senin (17/1/22) pagi hingga Selasa dini hari. Hasilnya dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi UU. Dalam rapat tersebut, 8 dari 9 fraksi menyatakan setuju. Hanya Fraksi PKS yang menolak.
Tak sampai sebulan setelah disahkan DPR, diteken Presiden, 15 Februari 2022. Sejumlah tokoh publik dan koalisi masyarakat sipil menyerukan petisi penolakan. Pasalnya, penyusunan RUU itu dilakukan terburu-buru dan minim partisipasi publik. IKN dinilai megaproyek oligarki yang mengancam keselamatan rakyat. Setelah resmi diundangkan, UU IKN ramai-ramai digugat ke MK. Namun, gugatan-gugatan itu kandas semuanya.
Kedua, Omnibus Law Cipta Kerja yang pro pengusaha dan tak berpihak pada nasib buruh. Buktinya, upah murah. Pasal 88D Perpu Cipta Kerja kenaikan upah minimum dianggap tidak punya kepastian karena ada poin mempertimbangkan ‘indeks tertentu’. “Istilah itu tidak dikenal di dalam konvensi ILO No. 133,” kata Said Iqbal, Presiden Partai Buruh.
Selanjutnya, Perpu Cipta Kerja telah menghapus Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota atau UMSK melalui aturan turunannya PP No. 36/2021. Sebelumnya, UMSK diatur dalam Pasal 89 UU Ketenagakerjaan No. 13/2003. Ini juga di-cover dalam konvensi ILO No. 133 tentang UMSK.
Lalu, pasal karet kenaikan upah. Pasal 88F menyebutkan dalam keadaan tertentu pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 88D. “Tidak ada dalam satu batang tubuh sebuah UU satu pasal menganulir pasal di atasnya,” kata Iqbal.
Ketiga, di tengah suara protes, rapat paripurna DPR mengesahkan revisi UU No. 34/ 2024 tentang TNI, Kamis, 20 Maret 2025. Revisi tersebut mengubah tiga poin penting, yakni perluasan wewenang dalam ranah sipil, peningkatan usia pensiun, dan penambahan tugas militer selain perang.
Dalam aturan baru, kewenangan itu bertambah menjadi 14 jabatan. Usia pensiun TNI paling tinggi 58 tahun bagi perwira hingga kolonel, dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama aktif menjadi 55 tahun. Usia pensiun bintang 1, 2, 3, dan 4 menjadi 60, 61, 62 dan 63 tahun dengan perpanjangan dua kali sesuai kebutuhan presiden. Pengesahan RUU TNI ini juga memicu massa aksi di sejumlah wilayah yang menuntut segera dibatalkan. Ketiga fenomena (mem)produksi perangkat judisial di atas berjalan dalam satu spirit: bergegas.●
Salam,
Irsyad Muchtar