Ia putar haluan dari jalur kedokteran ke filsafat dan psikologi. Tesisnya tentang motivasi kerja karyawan mendahului teori Abraham Maslow. Maklum, usia keduanya terpaut 28 tahun.
GEORGE Elton Mayo dikenal sebagai ahli teori sosial dan psikolog industri. Lahir 26 Desember 1880 di Adelaide, Australia. Di bangku kuliah, baik di University of Adelaide maupun di sekolah-sekolah medis di Edinburgh dan London, Mayo kehilangan minat jadi dokter. Pada tahun 1903, setelah petualangannya di Afrika Barat, Ia kembali ke Adelaide. Dua tahun kemudian, ia bekerja di perusahaan pencetakan JH Sherring & Co.
Berselang dua tahun, ia kembali ke kampus untuk belajar filsafat dan psikologi, di bawah bimbingan Sir William Mitchell. Di sini Mayo unjuk kecemerlangan. Ia memenangi anugerah Roby Fletcher, penghargaan bergengsi dalam studi psikologi. Sebagai bentuk penghormatan kepada dirinya, di Adelaide dikembangkan Elton Mayo School of Management. Pandangannya dalam disiplin psikologi banyak dipengaruhi pendapat Freud, Jung dan Pierre Janet.
Mencermati perselisihan industrial dan konflik politik di negeri Kanguru, Mayo menganalogikannya bagai neurosis perang dan penyebab psikologis kerusuhan industri. Pencermatan dari kacamata antropologi sosial, ia berpendapat bahwa moral, atau kesehatan mental pekerja, bergantung pada persepsi tentang fungsi sosial karya mereka. Bagi Mayo, solusi atas kerusuhan industri dapat ditanggulangi pada tataran sosiologis dan manajemen industri, tak perlu dibawa sampai ke ranah politik yang rumit.
Perputaran tenaga kerja yang tinggi di pabrik-pabrik tekstil amat menarik perhatiannya. Telaahnya yang serius dipresentasikan dalam sebuah buku. Karya ini menarik perhatian Harvard School of Business Administration. Mayo diangkat profesor pada tahun 1926, dan profesor riset industri pada 1929. Dalam penelitian ilmu sosial modern, studi pathbreaking merupakan eksperimen Hawthorne yang sangat dikenal. Mayo termasuk salah satu sosok kontroversial, meski tak syak lagi dia ilmuwan sosial yang berpengaruh pada zamannya.
Kepedulian pekerja, menurut Elton Mayo, tidak melulu terkait dengan uang (upah), tetapi dapat lebih termotivasi dengan memenuhi kebutuhan sosial mereka saat bekerja (sesuatu yang diabaikan Taylor). Dia memperkenalkan human relation school of thought. Yaitu manajer yang lebih tertarik pada pekerja sebagai sesama subyek, memperlakukan mereka sebagai insan yang memiliki pendapat berharga, dan menyadari bahwa para pekerja menikmati interaksi yang hangat di dalam relasi kebersamaan, lebih dari sekadar menjalankan tupoksi.
George Elton Mayo (1880-1949) sampai pada kesimpulkan bahwa pekerja selayaknya termotivasi oleh: Komunikasi yang lebih baik antara manajer dan pekerja (pekerja Hawthorne diajak berkonsultasi mengenai eksperimen dan berkesempatan memberi umpan balik); Keterlibatan manajer yang lebih besar dalam kehidupan kerja karyawan (pekerja menanggapi meningkatnya tingkat perhatian yang mereka terima); Bekerja dalam kelompok atau tim (sebelumnya mereka tidak secara teratur bekerja dalam tim).
Dalam praktiknya, perusahaan harus mengatur ulang produksi untuk mendorong penggunaan tim yang lebih besar. Bersamaan dengan itu, juga diperlukan kehadiran departemen personalia. Paket tata kelola yang terdistribusi seperti ini untuk mendorong keterlibatan manajer yang lebih besar dalam menjaga kepentingan karyawan. Suka tidak suka, teori Mayo ini sangat sesuai diterapkan untuk gaya manajemen paternalistik.●(dd)