PT GARUDA Indonesia (Persero) Tbk diperkirakan menutup kinerja bisnis 2017 dengan kerugian mencapai US$219,58 juta atau setara Rp2,96 T (dengan asumsi kurs Rp13.500/US$). Besaran kerugian yang dialami Garuda Indonesia hingga kuartal III-2017 mencapai US$221,9 juta atau setara dengan Rp 2,99 T. Angka tersebut meningkat 408,7 persen dibanding kuartal III-2016 (US$43,6 juta).
Adapun pada kuartal I-2017 Garuda Indonesia mencatatkan kerugian US$99,1 juta, yang meningkat pada kuartal II-2017 mencapai US$184,7 juta.
Sepanjang Januari-September 2017, kerugian berasal dari pembayaran pajak dalam rangka program pengampunan pajak (tax amnesty) mencapai US$137 juta atau Rp1,84 triliun. Lalu, ada pula kerugian yang berasal dari denda hukum internasional dari otoritas Australia kepada perusahaan terkait persaingan usaha kargo dengan nilai mencapai US$8 juta atau Rp108 miliar. Sisanya, kerugian berasal dari operasional dan lainnya.
Kuartal IV 2017 belum bisa diumumkan, perhitungan masih berjalan. Tapi kami melihat improve-nya (perbaikan) besar. Kami berharap pengurangan (beban kerugian) yang cukup signifikan selama semester II, sehingga lost (kerugian) bisa kami tekan.
Target pendapatan tahun ini US$4,9 miliar atau Rp66,15 T. Untuk mencapai target ini, Pertama, meningkatkan layanan. Kedua, meninjau kembali manajemen keuangan. Ketiga, meninjau beberapa rute penerbangan agar lebih efisien. Keempat, mengubah jadwal kedatangan pesawat yang telah dipesan sekitar dua hingga tiga tahun. Kelima, meningkatkan kembali efisiensi mulai dari penyewaan pesawat hingga dari sisi pengeluaran untuk bahan bakar. Keenam, memaksimalkan kontribusi dari anak usaha.
Kerugian perseroan sebagian besar disebabkan tingginya meningkatnya biaya bahan bakar avtur, yakni sebesar 16,5 persen secara tahunan (yoy). Sepanjang tahun 2017, biaya bahan bakar yang dikeluarkan Garuda mencapai 1,155 miliar dollar AS, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$924,7 juta. Adapun pendapatan operasi Garuda tercatat US$4,2 miliar pada tahun 2017. Angka tersebut meningkat sebesar 8,1 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu US$3,9 miliar. Salah satunya ditopang oleh pertumbuhan pendapatan operasional pada lini layanan penerbangan tidak berjadwal yang meningkat 56,9 persen menjadi US$301,5 juta.
Selain itu, pendapatan di luar bisnis penerbangan dan anak usaha, meningkat 20,9 persen menjadi sebesar US$473,8 juta. Sepanjang tahun 2017, Garuda Indonesia Group mengangkut sebanyak 36,2 juta penumpang. Jumlah tersebut terdiri dari 24 juta penumpang Garuda Indonesia dan 12,3 juta penumpang Citilink. Angka tersebut meningkat 3,5 persen dibandingkan jumlah penumpang yang diangkut pada tahun 2016 yang sebesar 35 juta penumpang.
Total pengeluaran perseroan naik 13% dari US$ 3,7 miliar menjadi US$ 4,25 miliar. Kenaikan paling besar dari biaya fuel (bahan bakar) yang naik 25% dari US$ 924 juta menjadi US$1,15 miliar. Sepanjang 2017 penumpang Garuda secara grup mencapai 36,2 juta penumpang. Angka itu terdiri dari penumpang Garuda Indonesia sebanyak 24 juta naik sedikit dari tahun sebelumnya 23,9 juta penumpang. Sementara penumpang Citilink naik dari 11,1 juta menjadi 12,3 juta penumpang.●