hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Gapki Siap Pasok CPO untuk Program B40

Jakarta (Peluang) : Pemanfaatan biodiesel efektif untuk meningkatkan serapan sawit domestik dan membantu peningkatan kesejahteraan petani.

Sekretaris Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono mengatakan, pihaknya siap menyuplai CPO untuk kebutuhan program biodiesel B40 dalam negeri yang sedang diinisiasi pemerintah.

“Saat ini, jumlah pasokan CPO yang dapat disuplai Gapki mencapai 9,3 juta ton,” ujar Eddy.

Ia memastikan Gapki terbuka terhadap peninjauan khususnya untuk kenaikan blending sawit yang saat ini mencapai 30 persen atau B30 menjadi B40. “Karena kebijakan  dapat berdampak pada produk turunan sawit lainnya, kami siap untuk ditinjau,” imbuhnya.  

Menurutnya, kebijakan tersebut dapat membuat adanya perhitungan ulang antara produksi dengan kebutuhan pangan lokal dan energi sehingga tidak ada persaingan.

Terkait  mempertahankan pasokan, Gapki  menyarankan berbagai pihak  berupaya meningkatkan produktivitas kebun masyarakat, di antaranya lewat replanting atau peremajaan. “Penanaman kebun masyarakat telah banyak terkontaminasi bibit palsu sehingga produktivitas rendah. Tanaman sawit juga  secara umur sudah saatnya diremajakan,” kata Eddy.  

Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi penyaluran B30 hingga 27 Agustus 2022 mencapai 6,4 juta kiloliter atau naik 63 persen dari alokasi 10,15 juta kiloliter.

Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan, Indonesia merupakan negara pertama di dunia yang mencampurkan energi terbarukan ke minyak solar mencapai 30 persen atau B30 dibandingkan negara lain, seperti Argentina, Brasil dan Amerika Serikat (AS) yang masing-masing baru memasuki skema B10,B12 dan B20.

Kendati demikian menurutnya, masih terdapat tantangan dalam pengembangan biodiesel di Indonesia. Salah satunya adalah insentif untuk menutup selisih harga indeks pasar (HIP) BBM dengan HIP biodiesel yang masih bergantung kepada pungutan dana ekspor.

Selain itu, fluktuasi harga minyak sawit (CPO) dan minyak dunia, serta harga minyak bumi yang rendah dan harga CPO yang tinggi. Ini menyebabkan disparitas HIP antara harga bahan bakar nabati (BBN) dan BBM membesar. “Karena bahan pendukung produksi biodiesel masih bergantung impor,” kata Dadan.

Tantangan lain yaitu keterbatasan infrastruktur pada beberapa wilayah seperti tangki penyimpanan pada titik serah terminal bahan bakar minyak (TBBM), fasilitas jetty, ketersediaan kapal yang memenuhi syarat pengangkutan.

Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (APROBI) Paulus Tjakrawan mengatakan,  konsumsi biodiesel mempunyai tren positif dalam satu dasawarsa terakhir yang diiiringi dengan pertumbuhan produksi. “Total kapasitas produksi terpasang mencapai 16,6 juta kiloliter sampai 2021,” ujarnya.

Menurutnya, pemanfaatan biodiesel efektif untuk meningkatkan serapan sawit domestik ketika terjadi pelemahan permintaan di pasar global. Penggunaan biodiesel juga membantu peningkatan kesejahteraan petani. Kondisi ini menyebabkan terjadinya stabilitas harga Tanda Buah Segar (TBS) sawit petani di dalam negeri.“Tercatat sejak 2021 hingga Maret 2022 harga TBS pertani rerata di atas Rp 3.000 per kilogram (kg),” tandasnya. (s1).

pasang iklan di sini