hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Gapki Optimis Produksi Sawit Indonesia 2024 Tetap Bertahan

Sejumlah truk pengangkut Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit mengantre untuk pembongkaran di salah satu pabrik minyak kelapa sawit di Aceh/dok.Ant

Peluangnews, Jakarta – Gapki (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) memproyeksi produksi kelapa sawit mengalami kenaikan sebesar 3,8% untuk tahun 2023 serta 4,9% untuk tahun 2024. Kenaikan tersebut terjadi setelah Indonesia mengalami penurunan produksi selama 3 tahun terakhir di tengah berbagai tantangan yang harus dihadapi di antaranya terkait aspek hukum dan keberlanjutan.

Hal itu disampaikan Dewan Penasehat GAPKI Joko Supriyono dalam Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2023 di Nusa Dua, Bali. “Produktivitas yang stagnan diakibatkan oleh besarnya tanaman belum menghasilkan yaitu 1,5 juta ha (91%) dan tanaman menghasilkan atau mature sebesar 91% namun 46% di antaranya telah memasuki penurunan produktivitas,” ujar Joko Supriyono, Minggu (5/11/2023).

Meningkatnya produksi kelapa sawit, jelas Joko, terjadi di tahun 2017 hingga 2019 seiring dengan adanya ekspansi lahan di awal tahun 2000-an. Namun sayang, peningkatan volume tidak diiringi dengan peningkatan yield. “Produktsi yang terjadi pada tahun 2023 adalah rata-rata sebesar 15 ton/ha. Angka ini masih sangat rendah,” kata Joko.

Dia menambahkan, secara aspek konsumsi mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Konsumsi domestik meningkat sebesar 5% setiap tahunnya karena adanya kebutuhan untuk program implementasii biodiesel yang meningkat sebesar 48% lalu diikuti oleh oleochemical sebesar 10%, dan pangan sebesar 5% setiap tahunnya.

Baca Juga: Gapki Siap Pasok CPO untuk Program B40

“Tahun ini tercatat bahwa untuk pertama kalinya konsumsi biodiesel yakni sebesar 10.6 juta ton lebih tinggi dari konsumsi pangan 10.3 juta ton,” ujar Joko.

Pada tahun ini, ekspor juga sudah mulai kembali normal ke berbagai negara di luar Uni Eropa seperti India, Tiongkok, dan Pakistan. Sedangkan untuk ekspor ke Eropa mengalami trend penurunan sejak tahun 2015 yang disebabkan oleh adanya kebijakan antidumping ekspor biodiesel. Meskipun demikian, market share ekspor di Uni Eropa masih sekitar 12%.

Tantangan industri kelapa sawit kian pelik. Usia rata-rata tanaman kelapa sawit yang sudah menua sehingga diperlukan penanaman kembali sebagai upaya meningkatkan produktivitas tanaman di tengah keterbatasan lahan akibat moratorium.

Selain itu, kini industri yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia ini harus menghadapi persoalan tumpeng tindih kawasan hutan di tengah tuntutan keberlanjutan yang begitu besar.

“Indonesia tidak memiliki pilihan lain selain meningkatkan produksi untuk memenuhi ambisi B50/B100 serta memenuhi kebutuhan global. Berbagai upaya peningkatan produktivitas tanaman maupun ekspansi harus menekankan aspek keberlanjutan agar nilai produk kelapa sawit Indonesia diterima di pasar Internasional,” pungkas Joko. (Aji)

Baca Juga: Nilai Ekspor Produk Sawit Tembus Rp 13,77 Triliun

Baca Juga: Pandemi Covid-19 Buat Industri Sawit Nasional Galau

pasang iklan di sini