checkup-dokter keuangan
checkup-dokter keuangan
octa vaganza

Game Changer Bisnis BPR 2024

Perubahan regulasi, digitalisasi, dan kondisi ekonomi akan menjadi penentu arah keberlanjutan masa depan bank komunitas ini di tahun politik.

Bank Perekonomian Rakyat (BPR) tengah menjadi sorotan publik menyusul banyaknya bank yang ditutup alias dicabut izin usahanya karena pelanggaran hukum (fraud). Praktik ini merugikan nasabah dan citra industri secara umum. Oleh karenanya, OJK bertindak tegas terhadap praktik kejahatan tersebut.

Panca Hadi Suryatno, Pengawas Utama Kelompok Spesialis Perbankan OJK tidak menampik bahwa ada BPR yang ditutup karena manajemen nakal dan merger. “Jumlah BPR memang berkurang setiap tahun karena ada yang ditutup akibat fraud maupun merger,” ujar Panca dalam Webinar BPR, 31 Januari 2024.

Pada tahun lalu, OJK setidaknya telah mencabut izin usaha empat BPR karena fraud yaitu BPR Bagong Inti Marga (BIM) di Jawa Timur, Perumda BPR Karya Remaja Indramayu (BPR KRI) di Jawa Barat, BPR Indotama UKM Sulawesi, dan BPR Persada Guna di Jawa Timur. Meski ditutup namun simpanan nasabahnya tetap aman karena dijamin Lembaga Penjamin Simpanan.

Selain  kasus fraud, ada pula BPR yang merger untuk memenuhi ketentuan modal minimum. Seperti diketahui, OJK mewajibkan modal inti minimum BPR sebesar Rp6 miliar sampai akhir 2024. Jika ada BPR yang belum memenuhi target modal minimum OJK berwenang untuk menggabungkannya atau tindakan lain.

Sampai akhir 2023, OJK telah menyetujui merger BPR yakni PT BPR Arga Tata menggabungkan diri ke dalam BPR Restu Artha Yogyakarta dan BPR Dewata Indobank merger dengan BPR Kita Centradana.

Ada pula BPR dengan kepemilikan saham pengendali yang sama merger yakni BPR Modern Express Jawa Tengah, BPR Modern Express Sulawesi Utara, BPR Modern Express Sulawesi Tenggara, BPR Modern Express Sulawesi Selatan, BPR Modern Express NTT, BPR Modern Express Papua Barat, BPR Modern Express Maluku Utara, BPR Palu Lokadana Utama dan BPR Irian Sentosa merger menjadi BPR Modern Express.

Selanjutnya ada BPR Trisurya Bumindo masuk ke dalam BPR Langgenglestari Bersama. BPR Rangkiang Nagari, BPR Cahaya Intan Mandiri, PT BPR LPN Padang Magek, BPR Luhan Nan Tuo PT BPR LPN Pandai Sikek merger menjadi BPR Gudam. BPR Artha Daya dan BPR Sejahtera Arthatama Mandiri menjadi BPR Sejahtera Artha Sembada. Serta BPR Porsea Jaya masuk ke dalam BPR Bandar Jaya.

 

sumber: OJK, 2023, diolah.

OJK menargetkan jumlah BPR sampai 2027 sebanyak 1.000 BPR. Upaya konsolidasi ini akan terus dilakukan untuk lebih menyehatkan industri yang ujungnya akan bermanfaat bagi nasabah dan perekonomian secara umum. Terlebih dalam UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK), OJK diberi wewenang untuk mengatur hal tersebut.

Panca menambahkan, meski jumlah BPR terus berkurang karena konsolidasi namun produktivitasnya justru meningkat. Hal ini menjadi indikator bahwa upaya konsolidasi BPR merupakan langkah tepat. “Jumlah BPR memang berkurang, namun kinerjanya terutama fungsi intermediasi malah meningkat,” ungkap Panca.

Tabel Kinerja BPR 2020-2023

Dalam miliar rupiah

Uraian 2020 2021 2022 2023
Kredit 110.770 116.580 129.295 140.185
DPK 106.151 117.006 126.944 137.011
Aset 155.075 168.443 183.302 193.019
Laba Bersih 2.901 3.005 3.169 1.922

Keterangan: 2023 per November.

Dari tabel di atas, kredit yang disalurkan BPR per November 2023 mencapai Rp140,18 triliun, naik dari 2022 sebesar Rp129,29 triliun. Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp137,01 per November 2023, meningkat dari tahun sebelumnya sebesar Rp126,94 triliun. Namun laba bersih anjlok menjadi Rp1,92 triliun di 2023 dari 2022 sebesar Rp3,17 triliun.

Penurunan laba bersih tidak lepas dari naiknya pembiayaan bermasalah (non performing loan/NPL) Dimana per November 2023 NPL sebesar 10,52%, naik dari 2022 sebesar 7,89%. Kondisi ini memaksa BPR mencadangkan nilai kerugian yang lebih besar yang pada akhirnya menggerus keuntungan.

Menurut Panca, meski masih banyak masalah yang membelit BPR namun berarti masa depan industri yang sering dijuluki bank komunitas itu  suram. Terlebih setelah UU P2SK disahkan, BPR masih punya prospek untuk tumbuh. “Dalam UU P2SK, BPR diperbolehkan ikut dalam sistem pembayaran dan melaksanakan penawaran umum perdana saham,” ungkapnya.

Meski diizinkan dalam melakukan sistem pembayaran seperti menerbitkan kartu ATM sendiri atau transfer dana tanpa mampir dulu ke bank umum, namun pada praktiknya hal itu tidak mudah. Direktur Utama Bank UMKM Jawa Timur atau BPR Jatim, Yudhi Wahyu mengakui, tidak mudah mendapatkan izin dari BI bagi BPR untuk terlibat dalam sistem pembayaran. “Sudah lama kami sudah mengajukan izin menerbitkan ATM sendiri namun sampai sekarang belum mendapatkan izin dari BI, sehingga transfer dana harus melalui bank umum terlebih dahulu,” ungkap Yudhi.

Selain itu, BPR milik Pemprov dan Pemkab/kota se-Jawa Timur itu juga belum berencana untuk melantai di bursa pada tahun ini. Hal ini menunggu lampu hijau dari para pemegang saham yang notabene merupakan para kepala daerah.

Sementara pembicara lain dalam webinar tersebut, yakni Alfi Wijaya Direktur Utama BPR Syariah Harta Insan Karimah mengungkapkan ada tiga game changer bisnis BPR di tahun ini yaitu perubahan regulasi, harapan nasabah terkait digitalisasi, dan kondisi ekonomi. “Tiga hal tersebut yang akan mengubah keberlanjutan bisnis BPR di tahun ini,” ujar Alfi.

Terkait denan perubahan regulasi, saat ini OJK telah menyebarkan draft atau rancangan POJK tentang kelembagaan BPR/S sebagai aturan turunan dari UU P2SK. Dalam RPOJK tersebut, semangat utamanya adalah konsolidasi. Meski selintas banyak manfaat dari konsolidasi namun ada beberapa catatan kritis.

Jumlah BPRS yang saat ini masih sekitar 170 dipandang kurang tepat jika dipaksa merger. Apalagi tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah masih relatif rendah. Hal ini justru membutuhkan lebih banyak BPRS agar literasi dan inklusi keuangan syariah terangkat. Selain itu, keberadaan BPRS akan mendukung langkah pemerintah menjadikan Indonesia sebagai pusat produsen halal dunia.

Namun jika langkah konsolidasi terus didesakan, kata Alfi, Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo) telah memberikan catatan khusus kepada OJK. “Intinya kami ingin ekosistem keuangan syariah tumbuh lebih sehat dan kuat di masa depan dengan berpijak pada realitas yang ada,” pungkasnya.

Menanggapi keberlanjutan usaha BPR, Esther Sri Astuti, Direktur Program INDEF mengungkapkan, banyak BPR yang bermasalah dengan tata kelola. Oleh karenanya, industri perlu memperkuat tata kelola agar bisnis dapat berkelanjutan. Selain itu, ia sepakat dengan langkah OJK yang lebih mengedepankan kualitas dibanding kuantitas. “Konsolidasi merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas BPR,” kata Esther.

Ke depannya, BPR masih potensial untuk tumbuh karena pangsa pasar masih besar Dimana masih ada sekitar 80% unbanked customer di Indonesia. Selain itu, BPR lebih fleksibel dalam menyalurkan pembiayaan ke sektor UMKM dan perlu meningkatkan digitalisasi layanan agar nasabah nyaman. (Kur).