hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Gagal Sebagai Proses Alami Sejati

Oleh : Billy Lim

MASYARAKAT kerap memandang rendah terhadap mereka yang gagal. Masyarakat juga senantiasa memandang sinis kepada yang tergelincir. Gagal dianggap sebagai sesuatu yang tabu. Masyarakat sering memberikan bobot yang tinggi kepada keberhasilan, sebaliknya bobot yang rendah bahkan tidak ada bobot sama sekali kepada kegagalan.

Saya berani mengatakan bahwa kegagalan yang besar sebenarnya telah melahirkan tokoh-tokoh yang hebat. Sangat sedikit jumlahnya, itu pun jika ada, tokoh-tokoh hebat yang tidak pernah mengalami kesukaran dan kegagalan dalam hidup mereka.

Sebaliknya, kegagalan telah melahirkan banyak tokoh hebat sehingga saya berani mengatakan bahwa “nilai” sebuah kegagalan lebih besar daripada nilai sebuah keberhasilan. Sangat disayangkan, tidak banyak yang berpandangan demikian. Kita hanya berpikir untuk menang dan menang sepanjang waktu.

Kepentingan “menang” sering kali dibesar-besarkan sedemikian rupa sehingga kita lupa bahwa sebenarnya lewat “kekalahan” itulah kita akhirnya menciptakan pemenang yang sangat hebat. Sifat hanya mengagung-agungkan kemenangan atau keberhasilan sangat membahayakan. Sebab, ketika seorang gagal mencapai kemenangan dan keberhasilan, mereka akan merasa sangat kecewa dengan kegagalan itu. Lalu akhirnya tunduk dan pasrah kepada “kegagalan” dan seterusnya patah semangat untuk bangkit.

Banyak yang cenderung mengaitkan “pencapaian” dengan “keberhasilan” dan bukannya “pencapaian” dengan “kegagalan”. Jika anda mendapat sebongkah emas, anda dianggap sebagai seorang yang “berhasil”. Jika tidak, anda adalah “seorang yang gagal”. Jika anda memperoleh selembar ijazah, anda dianggap sebagai orang yang “berhasil”. Jika tidak, anda dianggap sebagai orang yang “gagal”. Jika anda telah mendapat pekerjaan, anda dianggap sebagai orang yang “berhasil”. Jika tidak, anda dianggap sebagai orang yang “gagal”.

Dalam perjalanan hidup, kita senantiasa mengaitkan “cahaya matahari” dengan “sesuatu yang baik” yaitu “keberhasilan”, dan “hujan” sebagai “sesuatu yang buruk” yaitu “kegagalan”. Padahal, musim panas itu menyenangkan, hujan itu menyegarkan, angin itu menguatkan, salju itu menggembirakan, dan yang dikatakan cuaca buruk itu sebenarnya tidak ada. Yang ada hanya jenis-jenis cuaca yang berbeda.

Kertas  catatan “Post-it” 3M adalah jenis tempelan yang telah gagal di semua uji standar perusahaan 3M—yaitu kertas tempelan yang tidak dapat menempel dengan baik. Menjelang tahun 1984, ”Post-it” 3M telah menjadi produk baru yang paling berhasil dalam sejarah perusahaan 3M, bahkan menjadi salah satu dari lima produk industri peralatan kantor sepanjang zaman dengan  nilai melebihi US$100 juta setahun.

Saya sadar bahwa kegagalan itu merupakan bagian dari proses pertumbuhan dan perkembangan. Boleh dikatakan hampir sama dengan proses “penuaan”. Banyak yang tidak memahaminya dan menakuti atau membencinya. Padahal, sejak hari kita dilahirkan, kita sesungguhnya telah menjalani proses ”gagal” yang mengiringi proses kita tumbuh dan berkembang. Sel-sel yang tua akan mati dan diganti dengan sel-sel baru.

Seperti halnya proses “keberhasilan” sejak awal ada di dalam tubuh kita, demikian pula proses “gagal”. Tidak ada yang perlu ditakuti karena segala-galanya merupakan bagian dari proses pertumbuhan dan perkembangan.

Ingatlah seekor ular tidak akan dapat terus membesar seandainya kulit lamanya tidak terkelupas. Bukan lampu lalu lintas hijau saja yang baik untuk kita karena kita juga membutuhkan lampu merah agar kita dapat berhenti, mencermati sekeliling, dan meneruskan perjalanan. Keberhasilan dan kegagalan, kata Osho Rajnish, filsuf India, seumpama siang dan malam yang tidak terpisahkan. Cahaya matahari saja tidak akan membuat hidup kita bahagia. Dalam kehidupan, setiap orang niscaya ada waktunya akan tertimpa hujan.

pasang iklan di sini