octa vaganza

Gagal di Bakso, Rizka Ayu Sukses di Bolu Lapis

Dengan uang Rp500 ribu, ia dapat 5 loyang lapis, lalu ditawarkan ke tetangga. Sekaligus meminta tanggapan. Tidak langsung direspons positif. Kadang kuenya kemanisan atau bantet.

GELIAT inovasi kuliner di Provinsi Jawa Barat tergolong bagus. Tak hanya di Bandung. Perpacuan produk aneka menu juga terjadi di kota-kota lain. Salah satunya Kota Hujan. Di antara berbagai pilihan, pengunjung coba pilih bolu lapis Bogor Sangkuriang. Rasanya tidak diragukan, harganya pun yang pas di kantong pelancong.

Pemiliknya Rizka Ayu Romadhona. Ia bersama sang suami memulai bisnis kue lantaran terdesak keadaan ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesulitan itu terkait dengan riwayat bisnis sebelumnya. Di tahun 2008, Rizka sudah mempunyai usaha bakso yang lumayan sukses. Ia sempat memiliki 20 mitra yang tersebar di seluruh wilayah Bogor. Lantaran kesalahan manajemen, omzet usahanya perlahan menurun dan akhirnya bangkrut.

Dampaknya, Rizka tidak bisa membayar cicilan rumah selama 4 bulan berturut-turut. Ia harus menjual mobil dan 3 motor operasionalnya ditarik pihak leasing. Dari titik inilah ia memperbaiki kekurangan dalam manajemen usaha. Dia tak menyerah dan perlahan bangkit dari keterpurukan.

Bisnis kuliner tetap jadi pilihan. Ia yakin berada di jalur yang tepat. Dengan uang Rp500 ribu sisa dari bisnis bakso, ia coba membuka usaha kue bolu lapis Bogor. Produk tersebut ditemukan berkat penerapan prinsip ATM, yakni Amati, Tiru, dan Modifikasi. Sebelumnya sudah ada kue lapis di Surabaya. Rizka mencoba dengan bahan talas, yang identik dengan kota Bogor.

Dari uang Rp500 ribu itu, ia dapat 5 loyang lapis. Ditawarkan ke tetangga sekaligus meminta tanggapan. Produknya tidak direspons positif. Kadang kuenya masih kemanisan atau bantet. Namun, perlahan-lahan dengan percobaan yang terus menerus, kue talasnya disukai oleh orang-orang terdekat. Bahkan dibantu promosi lewat mulut ke mulut karena rasanya yang enak.

Ketika sudah mulai terkenal, nama Sangkuriang dipilih sebagai merek. Lagi-lagi untuk semakin identik dengan Jawa Barat. Rizka juga masuk ke Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, karena di kemasan kue lapisnya tercantum slogan “Visit Bogor”. Di sini pun dia dapat respons positif.

Ia dikenalkan ke PHRI Kota dan Kabupaten Bogor, yang langsung memfasilitasi penjualan produknya. Ketika PHRI mengadakan sebuah acara, Rizka selalu diundang untuk ikut meramaikan. Misalnya, ketika ada diklat di sebuah hotel selama tiga hari, ia diundang di hari terakhir untuk berjualan dengan sistem bagi hasil.

Pada awalnya ia hanya menggunakan kemasan plastik mika warna cokelat yang ditempeli stiker. Setelah mengikuti beberapa pelatihan, Rizka baru menyadari bahwa kemasan yang menarik juga sangat penting. Akhirnya, mulailah mengganti kemasan dengan menggunakan boks. Hasilnya, orang jadi makin tertarik dan penjualan pun semakin laju lancar. Untuk memudahkan pelanggan, Rizka membuka gerai di Jalan Baru pada Desember 2011. Tahun berikutnya, menyusul dua gerai lain beroperasi.

Rizka bukannya tak mengalami berbagai rintangan dalam perjalanan usahanya. Saat jumlah karyawan mencapai 60 orang, ia seakan didera masalah. Ternyata tak mudah mengelola banyak karyawan, meski sudah mengenyam pendidikan magister bisnis. Seorang teman menyarankan Rizka memakai jasa konsultan bisnis.

Banyak masukan dia dapatkan dari konsultan tersebut. Usaha Rizka Ayu Romadhona lancar dan sukses. Dari aneka bolu produknya terjual 3.456 loyang per hari. Omzetnya Rp86 juta. Per bulan, setidaknya Rizka bisa menjual 103.682 loyang bolu talas. Pendapatannya ditaksir Rp1 miliar hingga Rp2,6 miliar, dengan keuntungan bersih 35 persen atau Rp870 juta per bulan.●

Exit mobile version