
PeluangNews, Jakarta – Forum Komunikasi Koperasi Besar Indonesia (Forkom KBI) menyampaikan sejumlah catatan strategis terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Koperasi dalam Simposium II Koperasi Indonesia. Masukan tersebut diharapkan mampu melahirkan regulasi baru yang lebih kuat dan relevan dengan tantangan koperasi saat ini.
Simposium bertema Urun Rembug Masyarakat Koperasi untuk Perubahan RUU Perkoperasian itu dihadiri Menteri Koperasi Ferry Juliantono, Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka, akademisi, serta pegiat koperasi dari berbagai daerah. Acara berlangsung di Jakarta, Rabu (17/12/2025).
Ketua Forkom KBI Irsyad Muchtar menegaskan, RUU Koperasi seharusnya tidak sekadar merevisi Undang-Undang lama, melainkan membentuk kerangka hukum baru yang komprehensif.
“Harapannya, sekitar 70 persen substansi berubah dari Undang-Undang lama, sehingga benar-benar menjadi Undang-Undang baru tentang perkoperasian,” ujarnya.
Salah satu poin krusial yang disoroti Forkom KBI adalah rencana pengalihan fungsi pengawasan koperasi kepada Otoritas Pengawas Koperasi (OPK) yang berada langsung di bawah Presiden. Menurut Irsyad, skema ini berpotensi melemahkan peran Kementerian Koperasi.
“Kalau pengawasan diserahkan ke OPK, sementara sudah ada Kementerian Koperasi, lalu kementerian ini kerjanya apa?” katanya. Ia menilai, dengan badan hukum koperasi di Kementerian Hukum dan pengawasan di lembaga lain, peran Kementerian Koperasi menjadi tidak efektif.
Karena itu, Forkom KBI mendorong agar kewenangan pengawasan diperkuat kembali di bawah Kementerian Koperasi. Selain itu, Irsyad juga menekankan pentingnya pengaturan keanggotaan koperasi serta kesetaraan level playing field antara koperasi dan badan usaha lain.
“Dengan Undang-Undang yang adil, koperasi bisa sejajar dengan pelaku usaha lain dan benar-benar menjadi sokoguru perekonomian nasional,” ujarnya.
Terkait peran pemerintah, Irsyad mengakui dukungan terhadap koperasi sudah cukup besar. Namun, keterbatasan struktur membuat Kementerian Koperasi belum optimal menjangkau lapangan karena lebih bersifat koordinatif daripada komando.
“Karena itu, kami mengusulkan agar Kementerian Koperasi memiliki struktur hingga ke daerah dengan garis komando yang jelas,” jelasnya. Ia menambahkan, penguatan kewenangan, termasuk dalam aspek penegakan hukum, akan membuat pengelolaan dan pengawasan koperasi lebih aman dan terarah.
Pemerintah Usulkan UU Sistem Perkoperasian Nasional
Sejalan dengan masukan tersebut, Pemerintah mengusulkan agar RUU Perkoperasian disahkan sebagai Undang-Undang Sistem Perkoperasian Nasional, bukan sekadar revisi regulasi lama. Usulan ini disampaikan Menteri Koperasi Ferry Juliantono dalam forum yang sama.
Menurut Menkop, regulasi baru diperlukan sebagai payung hukum komprehensif bagi pengembangan koperasi berbasis gotong royong, lintas sektor, dan lintas wilayah. RUU ini juga akan memuat bab khusus tentang Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes/Kel) Merah Putih, sejalan dengan target Presiden membentuk 80.000 koperasi desa.
“RUU Perkoperasian akan kita ajukan sebagai Undang-Undang Sistem Perkoperasian Nasional karena memayungi seluruh kluster koperasi,” ujar Ferry.
Saat ini, proses legislasi telah memasuki tahap penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Kemenkop menargetkan penyempurnaan DIM bersama gerakan koperasi dan akademisi pada awal Januari 2026.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka menilai momentum saat ini paling tepat untuk mengesahkan UU Sistem Perkoperasian Nasional. Ia mendorong pembahasan dilakukan secara terbuka dan partisipatif.
“Undang-undang ini sudah terlalu lama. Pembahasannya harus terbuka dan tidak berlarut-larut,” tegas Rieke.
Ia menambahkan, keberhasilan regulasi tersebut membutuhkan komitmen bersama pemerintah, DPR, dan gerakan koperasi karena menyangkut lintas kementerian, pemerintah daerah, hingga desa. (Aji)
Baca Juga: RUU Koperasi Diusulkan Jadi UU Sistem Perkoperasian Nasional







