octa vaganza

Fintech Policy Forum 2023 Upaya Penguatan Industri Fintech

INDONESIA Fintech Society (IFSOC) dan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, menyambut positif geliat perkembangan fintech seiring pemulihan ekonomi nasional.

Melalui Fintech Policy Forum 2023, IFSOC dan CSIS Indonesia terus mendorong pengembangan dan penguatan sektor fintech, serta perluasan peranan dan pemanfaatan fintech di sektor keuangan Indonesia.

Fintech Policy Forum yang merupakan forum eksekutif fintech dan industri keuangan ini untuk pertama kalinya digelar tahun ini, dan diharapkan mampu melahirkan berbagai pemikiran dan terobosan baru untuk merespon perkembangan fintech yang cepat.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Mahendra Siregar yang turut hadir dan menyampaikan keynote speech pada acara tersebut menyampaikan bahwa kondisi ekonomi global saat ini telah membuat industri fintech berada di persimpangan jalan. Menurutnya kondisi masa lalu dimana industri fintech berfokus pada top-line growth telah berlalu.

“Tidak ada lagi easy money, tidak ada lagi cheap money. Mindset, bisnis model, dan prospek startup fintech telah berubah. Saat ini dihadapkan pada realita baru, either you make money or you gone,” kata Mahendra Siregar, melalui keterangan yang diterima, Jumat (19/5/2023).

Mahendra juga menyampaikan lahirnya Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) akan mempengaruhi aspek pengaturan dan pengawasan sektor keuangan termasuk industri fintech.

Oleh karena itu secara bersama-sama regulator dan industri harus mampu mengimplementasikan perintah dari UU PPSK.

Do it, do it rightly, for our nation. Kedepan kita akan melihat peer-to-peer lending (P2P) lebih baik dan lebih prudent dalam memberikan kredit, semakin hati-hati dalam pengelolaan risk dan compliance”, kata Mahendra.

Ketua Steering Committee IFSOC, Rudiantara menyampaikan sektor keuangan Indonesia telah membuat langkah maju dengan terbitnya UU PPSK yang mengakomodir peran teknologi dalam pengembangan dan penguatan sektor keuangan.

“Kami berharap ini dapat mendorong peningkatan literasi keuangan dan menekan gap antara literasi dan inklusi keuangan, yang selama ini masih menjadi permasalahan utama di sektor keuangan Indonesia,” kata Rudiantara.

Dia berharap pada pemilihan dua komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang saat ini sedang berlangsung. Rudiantara juga menjelaskan tambahan dua komisioner ini merupakan amanah dari UU PPSK, sehingga yang terpilih harus memiliki ruh dan semangat yang sama dengan UU PPSK.

“Tidak hanya membuat regulasi, dan menerapkan legislasi. Tetapi dari regulator, juga menjadi fasilitator, dan menjadi akselerator,” kata Rudiantara.

Deputi Komisioner OJK Bambang W. Budiawan yang menjadi narasumber dalam sesi leader’s insight, menyampaikan OJK senantiasa mendorong keseimbangan di Industri fintech.

Dia menekankan pentingnya kolaborasi platform fintech dan regulator dalam mendorong proteksi kreditur, serta dalam mengedukasi konsumen terutama dalam hal yang berkaitan dengan risiko transaksi, layanan pengaduan, dan mitigasi dampak fintech lending ilegal.

“OJK mengupayakan ekosistem dimana bisnis bisa berjalan, tetapi mesin-mesin mitigasi juga bisa berjalan dengan baik”, jelas Bambang.

Membahas mengenai Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech lending pada sesi diskusi panel, Direktur Pengawasan Financial Technology (Fintech) OJK, Tris Yulianta menyampaikan selama ini fintech lending telah berperan sebagai enabler UMKM.

Dia juga menjelaskan selama satu tahun terakhir, fintech lending telah menyalurkan pendanaan ke sektor produktif hingga Rp 99,15 triliun atau sekitar 43% dari total penyaluran industri.

“Penyaluran pendanaan UMKM harus didorong baik melalui kolaborasi ekosistem, kolaborasi dengan perbankan, peningkatan porsi pendanaan produktif, dan edukasi masyarakat terkait pemanfaatan fintech lending”, kata Tris Yulianta.

Steering Committee IFSOC, Rico Usthavia Frans menekankan pentingnya kesimbangan peran fintech lending dengan peran perbankan dan lembaga pembiayaan.

Menurutnya perlu ada melakukan pemetaan spesifik tentang peran apa yang diharapkan dan kerangka kebijakan yang relevan untuk fintech lending. Selain itu, perlu diperhatikan keseimbangan pengaturan dan pengawasan dengan pertumbuhan industri.

“Ruang inovasi yang fleksibel harus disediakan, sepanjang inovasi masih berada dalam koridor prinsip-prinsip yang berlaku”, kata Rico.

Sekretaris Jenderal AFPI, Sunu Widyatmoko menyampaikan bahwa selama lima tahun terakhir, industri fintech lending telah berkembang pesat dan semakin baik. Kebijakan yang diterbitkan oleh regulator bersama dengan asosiasi telah membawa industri sejauh ini.

“We are heading the right way. Hal ini salah satunya ditunjukkan oleh risiko lending yang semakin rendah seiring peningkatan penyaluran, dilihat dari Tingkat Keberhasilan Bayar (TKB),” kata Sunu. (Ajie)

Baca Juga: Fintech Syariah Indonesia Diakui Dunia

Exit mobile version