MASKAPAI Garuda Indonesia hingga kini masih terlihat mentereng bagi pelayanannya hingga para stafnya. Namun, perusahaan raksasa itu kini goyah dan terancam bangkrut. Sebanyak 400 karyawan harus pensiun dini.
Sejumlah langkah efisiensi dilakukan oleh maskapai GI akibat pandemi Covid-19. Per 1 Juli 2020, total saldo utang usaha dan pinjaman bank Garuda Indonesia telah mencapai US$2,2 miliar (Rp31,9 triliun). “Saldo utang usaha dan pinjaman bank total 1 Juli 2020 US$2,2 miliar,” ujar Dirut GI, Irfan Setiaputra. Utang itu terdiri dari pinjaman jangka pendek US$905 juta dan pinjaman jangka panjang US$645 juta.
Garuda Indonesia akan memaksimalkan penerbangan kargo dan sewa. Pada hari Selasa (14/7) terdapat 10 penerbangan khusus yang diisi hanya kargo. Langkah efisiensi lainnya adalah menawarkan pensiun dini kepada ratusan karyawan. “Sampai hari ini sudah 400 karyawan Garuda yang mengambil program pensiun dini,” ujar Irfan. Manajemen menawarkan opsi ini kepada mereka yang usianya di atas 45 tahun secara sukarela, tanpa paksaan.
Manajemen juga memutuskan menawarkan cuti di luar pertanggungan (unpaid leave) kepada 800 karyawan yang berstatus perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan mempercepat kontrak kerja kepada 135 pilot. Dengan sejumlah efisiensi diperkirakan perusahaan bisa menghemat US$67 juta hingga akhir tahun.
Opsi menurunkan tarif tiket pesawat berpotensi semakin menekan kinerja maskapai. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, maskapai bangkrut. Irfan menyadari perlunya promosi, seperti harga tiket pesawat murah untuk mempercepat perbaikan sektor pariwisata. Namun, imbas dari pandemi Covid-19, tingkat okupansi pesawat anjlok tajam hingga menyisakan 10 persen saja.●(dd)