octa vaganza

Etty K Rosidin, Lestarikan Seni Budaya Sunda lewat Jenggala Manik

Etty K Rosidin (memakai jilbab merah muda) di tengah para penari Sanggar Jenggala Manik pada Desember 2018-Foto: Dokumentasi Pribadi.

DEPOK—-Hampir dekade sudah Etty K Rosidin berkiprah di Sanggar Jenggala Manik   yang didirikannya untuk melestarikan seni budaya Sunda di kalangan generasi milenial. Tekad perempuan kelahiran  1957 ini ialah agar seni tari,  gamelan, wayang golek hingga (menyanyikan) tembang dan kawih  dari Priangan  tidak punah.

“Alhamdullilah untuk menari, minat generasi muda masih ada.  Permintaan manggung  hingga Februari lalu untuk berbagai event dan pernikahan terus berdatangan.  Hanya saja untuk rengerasi nembang dan kawih hampir tidak ada,”  ujar perempuan bernama asli  Tikaesih ini kepada Peluang, Kamis (14/2/2019).

Sekalipun secara fisik Sanggar Jenggala Manik vakum, namun  orderan untuk menari tetap lancar. Etty hanya tinggal menghubungi para penari binaannya yang berjumlah hingga 20 orang dengan rentang usia 20-30 tahun.

Etty sendiri mengaku  berasal dari Ciamis, kemudian merantau ke Depok pada 1982.   Sekalipun dari kecil mengenal nembang, tetapi ia baru belajar justru pada usia 30 tahunan, yaitu  pada 1988 dari seorang penembang RRI di Jakarta.

“Saya pernah ikut lomba se-Jabodetabek  pada 1988 namun gagal, baru berhasil pada 1989, 1991 dan 1993. Dulu saya aktif ikut menyanyi tembang dalam berbagai acara, kini hanya  sebagai MC untuk upacara adat,” tutur Etty.

Dalam menjalankan pesanan, Etty mementingkan kualitas. Kalau ada tiga job dalam satu hari, hanya satu yang dipilih.

“Saya harus hadir memastikan acara sesuai dengan trek,  daripada ambil tiga, tetapi yang memimpin di acara lain tidak sesuai dengan pakem. Yang jatuh adalah nama,” terang dia.

Dia berharap  agar  keterlibatan generasi muda  untuk melestarikan budaya  daerahnya bisa  dimulai sejak sekolah dengan dimasukan ke ekstra kurikuler.

Dia mengingatkan  kalau penyanyi belajar nembang lebih dahulu untuk pindah ke genre lain lebih mudah. Memang tidak mudah belajar tembang Cianjuran, kawih, pupuh dan sinden, sebab cengok Sunda harus fasih.

“Lesti itu dasarnya  tembang, hingga pindah ke dangdut bagus.  Penyanyi tembang juga kalau pindah ek keroncong  bagus,” pungkas dia (Irvan Sjafari)

Exit mobile version