Jakarta (Peluang) : Membuka pasar ekspor sektor manufaktur menjadi tantangan yang harus dijalin dengan kerjasama internasional.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, sektor manufaktur menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi nasional. Industri manufaktur berkontribusi terhadap Produk domestik bruto (PDB) Indonesia mencapai 16,1 persen.
Namun demikian, menurut Agus, sektor tersebut masih menghadapi sejumlah tantangan. Setidaknya ada empat tantangan yang dihadapi, pertama ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten.
“Dibutuhkan at least 600 ribu tenaga kerja baru setiap tahunnya, untuk mengisi sektor manufaktur termasuk di dalamnya hilirisasi,” ujar Agus dalam Outlook Perekonomian Indonesia 2023 di Jakarta, Rabu (21/12/2022).
Tantangan kedua, lanjut Agus, yaitu perluasan kerja sama internasional. Hal ini bertujuan membuka pasar ekspor baru, yaitu Eropa dan Afrika.
Dalam kerja sama ini, Indonesia segera menyelesaikan perjanjian untuk Indonesia IUE-CEPA (Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia dan Uni Eropa).
“Ini tentu akan membawa manfaat sangat besar, khususnya bagi industri manufaktur. Agar barang kita lebih mudah dikirim ke Eropa sebagai market yang besar. Afrika juga merupakan nontradisional market yang terus kita ekspor secara serius,” ungkap Agus.
Adapun tantangan ketiga, yaitu terkait insentif. Insentif menurut Agus, harus dapat memudahkan investor dan pasar.
“Terpenting kita bisa melakukan benchmarking terhadap negara lain. Jadi kebijakan-kebijakan apa saja yang dilakukan oleh negara lain untuk mendorong pertumbuhan manufaktur di negaranya,” kata Agus.
Tantangan keempat, jelas dia, yakni berkaitan dunia internasional. Salah satu contohnya, gugatan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terhadap Indonesia terkait ekspor nikel.
“Tantangan lain menyangkut internasional. Contohnya, itu meliputi gugatan WTO terhadap Indonesia mengenai ekspor nikel,” tandasnya.
