hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Empat Nama Baru Orang Terkaya

Orang-orang kaya tersebut cenderung lebih cepat melakukan diversifikasi sektor di tengah kondisi ekonomi yang tidak pasti.

Di sisi lain, ironisnya, distribusi 40 persen pendapatan masyarakat paling bawah hanya pada kisaran 17 persen dari total nasional.

MAJALAH Forbes (13/12) merilis daftar 50 orang terkaya di Indonesia tahun 2018. Diketahui, nilai aset bersih kekayaan ke-50 orang tersebut mencapai US$129 miliar atau setara dengan Rp1.870,5 triliun. Meningkat sekitar US$3 miliar dibanding tahun lalu.

Sekira 70 persen dari total kekayaannya berasal dari PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Selain itu, Hartono dan keluarga juga melakukan diversifikasi bisnis dan mendulang kekayaan dari perusahaan rokok Djarum. Di peringkat dua, bertengger nama Susilo Wonowidjojo (US$9,2 miliar/Rp133 triliun). Pemilik perusahaan rokok Gudang Garam itu menggeser Eka Tjipta Widjaja.

Tercatat empat nama baru dalam jajaran 50 orang terkaya. Salah satunya founder perusahaan keuangan dan asuransi Capital Finance Indonesia, Danny Nugroho, di peringkat 38 (US$790 juta). Lalu pengembang properti Benny Tjokrosaputro  di peringkat 43 (US$670 juta).

Beberapa pendatang baru lainnya di daftar 50 orang terkaya di Indonesia adalah Arifin Panigoro di peringkat 46 (US$655 juta). Arifin, pendiri Medco Group, kembali masuk dalam “Forbes Indonesia Rich List 2018”, setelah absen tahun lalu. Selanjutnya adalah pendiri Ultrajaya Milk Industry, Sabana Prawiradjaja, di peringkat 47 (US$640 juta); dan pemimpin Pelayaran Tamarin Samudra, Kardja Rahardjo, di posisi 48 (US$625 juta).

Orang-orang kaya tersebut cenderung lebih cepat melakukan diversifikasi sektor di tengah kondisi ekonomi yang tidak pasti.”Ada diversifikasi dari komoditas ke sektor yang lain, contohnya Djarum grup dan Lippo grup masuk ke bisnis e-commerce dan fintech,” ujar Ekonom Insitute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara. Di sisi lain, naiknya nilai aset kekayaan itu menunjukkan akumulasi pertumbuhan ekonomi masih dinikmati oleh golongan masyarakat ”super” kaya.

Distribusi 40 persen pendapatan masyarakat paling bawah hanya pada kisaran 17 persen dari total nasional. ”Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir angkanya tidak membaik, seiring dengan rasio Gini yang stagnan di kisaran 0.38,” ujar Bhima. Jika harta orang kaya meningkat lebih dari konsumsi rumah tangga, yang berada di kisaran 5 persen, artinya golongan kaya naik sendiri tanpa menciptakan multiplier effect ke kelompok masyarakat lainnya. ”Orang miskin masih terjebak di sektor komoditas perkebunan yang harganya jatuh. Ini justru sinyal yang membahayakan”.●

pasang iklan di sini