
Oleh: Fransisca T Irmayati Subu*
Di tengah arus globalisasi yang menempatkan uang sebagai ukuran tunggal kesuksesan, konsep ekonomi yang memanusiakan manusia tampak semakin langka. Banyak lembaga keuangan beroperasi seolah tanpa nurani, menjadikan keuntungan sebagai tujuan akhir. Namun dari pelosok timur Indonesia, muncul sebuah pengecualian: KSP Kopdit Pintu Air di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.
Gerakan ini membuktikan bahwa ekonomi tak harus mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan. Bahwa kesejahteraan sejati tak diukur dari besarnya aset, melainkan dari berapa banyak kehidupan yang disentuh dan diubah menjadi lebih baik.
Dari Anggota, Oleh Anggota, Untuk Anggota
KSP Kopdit Pintu Air lahir dari semangat solidaritas 50 warga desa yang percaya bahwa uang hanyalah alat, bukan tujuan. Filosofi “Dari Anggota, Oleh Anggota, dan Untuk Anggota” bukan sekadar jargon, melainkan sistem nilai yang menjiwai seluruh gerak organisasi.
Ketika lembaga keuangan lain berorientasi pada margin keuntungan, KSP Kopdit Pintu Air menjadikan kasih, kejujuran, dan gotong royong sebagai modal utama. Dalam setiap simpanan terkandung kepercayaan; dalam setiap pinjaman terselip kasih dan tanggung jawab sosial.
Itulah mengapa mereka tidak memanggil anggotanya “nasabah”, melainkan “saudara”. Relasi yang tumbuh bukan transaksional, melainkan spiritual dan kemanusiaan.
Ekonomi Bukan Sekadar Angka
Model seperti Pintu Air menghadirkan refleksi penting bagi sistem ekonomi kita yang kerap kehilangan arah. Di banyak tempat, ekonomi direduksi menjadi hitung-hitungan untung rugi. Namun koperasi ini membalik logika itu: mereka melihat ekonomi sebagai ruang pembelajaran moral.
Setiap anggota diajak untuk bertanggung jawab, jujur, dan saling percaya. Dalam setiap rapat tahunan, laporan keuangan dibuka secara transparan — sebab kepercayaan adalah modal sosial terbesar.
Pelajaran ini relevan bagi bangsa yang sedang berjuang menata sistem ekonomi yang berkeadilan. Kita memerlukan lebih banyak lembaga seperti Pintu Air — yang menjadikan nilai kemanusiaan sebagai pusat dari seluruh kegiatan ekonomi.
Berakar Lokal, Bertumbuh Global
Apa yang menarik dari Pintu Air adalah kemampuannya mempertahankan akar budaya lokal dalam sistem modern. Nilai gotong royong masyarakat NTT, yang hidup dalam ungkapan “kau susah saya bantu, saya susah kau bantu,” menjadi dasar tumbuhnya solidaritas ekonomi.
Ketika banyak organisasi kehilangan jati diri karena terjebak dalam mekanisme pasar, Pintu Air justru membuktikan bahwa identitas lokal bisa menjadi sumber kekuatan global. Kini, koperasi ini tumbuh besar dengan ratusan ribu anggota di seluruh Indonesia, tanpa meninggalkan semangat asalnya.
Menata Ulang Arah Ekonomi Nasional
Indonesia sejatinya memiliki fondasi kuat untuk membangun ekonomi berbasis nilai kemanusiaan. Konstitusi kita sudah menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan. Namun dalam praktiknya, prinsip itu kerap dikalahkan oleh sistem ekonomi liberal yang menomorsatukan pertumbuhan, bukan pemerataan.
Pintu Air menunjukkan alternatif nyata — bahwa ekonomi bisa berjalan dengan hati tanpa kehilangan profesionalitas. Di sana, angka tidak pernah mengalahkan nilai, dan laba tidak pernah lebih penting daripada martabat manusia.
KSP Kopdit Pintu Air bukan hanya kisah sukses sebuah koperasi, tetapi juga kritik moral terhadap paradigma ekonomi modern. Bahwa kemajuan sejati bukan sekadar bertambahnya kekayaan, melainkan bertumbuhnya cinta, solidaritas, dan tanggung jawab sosial.
Seperti air yang terus mengalir memberi kehidupan, koperasi ini mengalirkan nilai-nilai kemanusiaan di tengah kekeringan moral ekonomi kita. Mungkin inilah saatnya kita belajar: membangun dunia dengan cinta, bukan dengan angka.
*)Deputi Operasional Kopdit Pintu Air Maumere NTT







