
Jakarta — Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti, menilai keputusan pemerintah memindahkan dana Rp200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke perbankan hanya akan efektif jika dibarengi dengan relaksasi syarat pengajuan kredit dan penurunan suku bunga pinjaman. Tanpa langkah tersebut, ia menilai untuk situasi saat ini pasar tidak akan mampu menyerap kredit bank tersebut secara optimal.
“Selama dua hal itu masih menjadi problem maka tidak akan terserap,” ujar Esther kepada Peluang, belum lama ini.
Tentu saja, Esther mengingatkan relaksasi aturan kredit tersebut harus tetap dilakukan dalam koridor aman sehingga tidak memicu kenaikan kredit macet.
Kebijakan pemindahan dana Rp200 triliun dari BI ke perbankan diambil Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai upaya memperkuat likuiditas sektor keuangan. Harapannya, perbankan dapat lebih leluasa menyalurkan kredit ke sektor riil dan mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Menurut Esther untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tidak cukup hanya dilakukan dengan peningkatan disbursement kredit, tetapi secara paralel harus dilakukan juga sinergi kebijakan ekonomi satu dengan lainnya.
Hal yang tidak kalah penting adalah memastikan sektor prioritas yang didorong benar-benar mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.
“Yang terpenting bukan hanya penyaluran kredit, tapi juga menentukan sektor prioritas yang harus didorong agar pertumbuhan ekonomi meningkat, namun tetap dalam koridor aman dengan kredit macet terjaga,” jelasnya.
Esther juga menekankan perlunya sinergi kebijakan antara sektor keuangan dan sektor riil. Sejumlah sektor industri saat ini masih enggan mengajukan pinjaman baru karena realisasi penjualan belum tumbuh, sehingga belum ada kebutuhan untuk melakukan ekspansi.
Oleh karena itu, menurut dia, selain kebijakan kredit, juga diperlukan insentif biaya logistik, insentif ekspor, dan fasilitas pembukaan pasar baru sehingga ekspor lebih terdiversifikasi.
Dengan demikian, lanjut Esther, kucuran Rp200 triliun tidak bisa dianggap sebagai solusi instan. Pemerintah perlu memastikan adanya bauran kebijakan yang mendorong sektor riil agar kembali bergairah.
Menyusul keputusan untuk memindahkan dana pemerintah dari Bank Sentral ke sistem perbankan, per 12 September lalu pemerintah mulai menyalurkan dana sebesar Rp200 triliun ke lima bank milik negara. Kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk meningkatkan likuiditas di sistem perbankan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dana tersebut disalurkan ke Bank Mandiri, BRI, dan BNI masing-masing menerima Rp 55 triliun, sementara BTN mendapatkan Rp 25 triliun dan BSI Rp 10 triliun.
Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa dana tersebut bukan dana darurat, melainkan dana pemerintah yang sebelumnya belum dibelanjakan dan disimpan di bank sentral. Dengan menempatkannya di bank komersial, dana ini dapat diakses untuk kredit. Purbaya menegaskan tujuan kebijakan ini adalah menciptakan likuiditas di sistem finansial dan menggerakkan perekonomian.