JAKARTA—Lembaga riset ekonomi Center of Reform on Economics (Core) Indonesia memproyeksikan bahwa imbas pandemi Covid-19 berpotensi menambah jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan sebesar 5,1 juta hingga 12,23 juta orang pada Triwulan II 2020.
Ekonom Core Indonesia, Akhmad Akbar Susamto, menuturkan pertambahan ini didorong anjloknya pertumbuhan ekonomi, serta penerapan PSBB di berbagai wilayah sebagai akibat pandemi Covid-19 yang berpotensi mengakibatkan hilangnya lapangan kerja dalam jumlah besar.
Ketidakmampuan penduduk miskin dan rentan miskin memperoleh kebutuhan dasar mereka, khususnya mereka yang tidak tercakup dalam bantuan sosial pemerintah, akan memperlambat proses penanggulangan pandemi.
Sebagian besar mereka terpaksa tetap keluar rumah untuk bekerja memenuhi kebutuhan dasar mereka, meskipun dilakukan kebijakan PSBB.
“Peningkatan jumlah penduduk miskin dan rentan miskin yang tidak mendapat akses bantuan sosial pemerintah berpotensi memicu naiknya angka kriminalitas, yang belakangan ini sudah semakin marak,” kata Akhmad dalam keterangan resminya, Selasa (5/5/20).
Core Indonesia mengusulkan, selain meningkatkan kapasitas tenaga medis dan fasilitas kesehatan untuk menanggulangi pandemi Covid-19, penting untuk meletakkan prioritas kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah saat ini untuk menjaga tingkat kesejahteraan masyarakat, terutama yang berada di sekitar garis kemiskinan. Core Indonesia merekomendasikan lima langkah untuk mewujudkan hal tersebut.
Pertama, mengantisipasi lonjakan angka kemiskinan akibat pandemi yang diperkirakan akan lebih besar dibandingkan dengan jumlah bantuan sosial yang disiapkan pemerintah saat ini.
Di samping terus memperbaharui data penduduk miskin dan rentan miskin yang layak mendapatkan bantuan sosial, pemerintah perlu meningkatkan anggaran Bantuan Sosial dan memperluas jumlah penerima bantuan kepada penduduk yang jatuh miskin akibat Covid-19.
Kedua, mengintegrasikan penyaluran Bantuan Sosial sehingga menjadi lebih sederhana, melakukan penyeragaman nilai bantuan, di samping terus melakukan pemutakhiran data penerima Bantuan Sosial.
Di banyak tempat, berbagai bentuk bantuan sosial (Bansos) yang berbeda-beda jenis dan jumlahnya telah menimbulkan ketegangan sosial di sejumlah daerah. Hal ini diperparah dengan basis data Bansos, khususnya Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), yang digunakan oleh pemerintah daerah yang belum mencakup masyarakat yang sebelumnya tidak terdata namun kondisi ekonominya memburuk selama pandemi.
Salah satu alternatif yang dapat ditempuh pemerintah adalah menggandeng bank-bank pemerintah untuk melakukan transfer Bansos secara langsung melalui rekening khusus untuk setiap penerima bantuan. Selain penyalurannya lebih efisien, penerima bantuan tidak tumpang tindih. Di samping itu, potensi berkurangnya jumlah bantuan dapat dihindari.
Ketiga, mengurangi beban pengeluaran masyarakat khususnya masyarakat miskin dan hampir miskin, terutama dengan menurunkan biaya-biaya yang dikontrol pemerintah (administered prices).
Di antaranya menurunkan harga BBM, menambah jumlah rumah tangga penerima diskon pemotongan tarif listrik sehingga mencakup minimal seluruh pelanggan 900VA, menurunkan harga LPG tiga kilogram yang kebanyakan dikonsumsi oleh masyarakat menengah bawah, serta memberikan diskon atau menggratiskan tarif air untuk rumah tangga khususnya di daerah-daerah yang menerapkan PSBB.
Keempat, meningkatkan insentif bagi petani, peternak, dan nelayan melalui skema pembelian produk oleh pemerintah dan perbaikan jalur logistik hasil pertanian, peternakan, dan perikanan.
Kelima, meningkatnya intervensi pemerintah untuk mengatasi pandemi ini akan berdampak pada peningkatan anggaran belanja pemerintah. Meskipun terdapat ruang untuk memperlebar defisit, pemerintah dapat mengoptimalkan realokasi anggaran yang telah disusun dan menerapkan beberapa kebijakan alternatif, di antaranya melakukan realokasi sebagian anggaran belanja modal dan belanja barang APBN, dan melakukan pembagian beban (burden sharing) antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan mengalihkan sebagian anggaran transfer ke daerah dan dana desa, untuk dialokasikan menjadi anggaran bantuan sosial.
Selain itu, melakukan realokasi anggaran penanganan Covid-19 senilai Rp150 triliun (dari total pembiayaan Rp405 triliun) yang semula diperuntukkan untuk mendukung program pemulihan ekonomi nasional yang belum dijelaskan rinciannya, untuk kegiatan anggaran social safety-net dan peningkatan anggaran penanggulangan Covid-19.
Pemerintah juga melakukan realokasi anggaran program kartu prakerja yang digunakan untuk membayar program pelatihan senilai Rp5,63 triliun untuk memberikan bantuan sosial yang lebih dibutuhkan penduduk miskin dah hampir miskin, khususnya dalam bentuk penyediaan kebutuhan pokok.