hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

E-commerce Bergairah Pay Later di RI Tumbuh

Peluangnews, Jakarta – Tren peningkatan transaksi dalam perdagangan elektronik (e-commerce) mengindikasikan prospek penetrasi bisnis yang kian menjanjikan dan penting di masa mendatang. Imbasnya pertumbuhan metode pembayaran pay later yang konsisten menunjukkan catatan positif.

Demikian disampaikan Direktur OJK Institute Mulia R.H. Simatupang dalam konferensi pers Peluncuran Laporan Perilaku Konsumen E-commerce Indonesia Tahun 2023 di Jakarta, kemarin.

“Penelitian mendapatkan bahwa pay later berada di jalur yang tepat untuk menjadi pembayaran e-commerce dan mengalami pertumbuhan tercepat di dalam lingkup e-commerce, tidak heran jika ini makin diminati di masa mendatang,” ujarnya.

Dari data OJK, setidaknya ada lima perusahaan pembiayaan pay later yang terdaftar dari 153 industri yang bergerak di bidang pembiayaan. Lima perusahaan pembiayaan pay later itu memiliki aset Rp7,4 triliun, atau 1,46% dari seluruh total aset industri pembiayaan di Tanah Air.

Dari angka itu, peluang untuk perusahaan pembiayaan pay later tumbuh cukup tinggi. Terlebih kualitas pembiayaan perusahaan pay later terbilang cukup baik. Itu terlihat pada posisi Non Performing Finance (NPF) atau pinjaman bermasalah yang aman.

Dari sisi NPF gross, kata Mulia, tingkat NPF perusahaan pembiayaan pay later berada di angka 5,16% pada Maret 2023. Angka itu tercatat lebih tinggi dari NPF perusahaan pembiayaan non pay later yang ada di angka 2,37%.

Namun bila dilihat dari sisi neto, tingkat NPF perusahaan pembiayaan pay later jauh berada di bawah ambang batas aman yang ditetapkan OJK, yakni 0,85%. “Ini masih rendah dari tresshold. Dari segi pengawas, OJK itu menggunakan NPF untuk penilaian tingkat kesehatan,” kata Mulia.

Perkembangan pembiayaan pay later, lanjut dia, bukan tanpa tantangan. Terdapat beberapa risiko yang dapat mengganggu laju pertumbuhan pay later di Indonesia. Pertama ialah risiko kredit yang bertentangan dengan prinsip antipencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.

Risiko tersebut dinilai cukup tinggi. Sebab, model bisnis pay later yang mengedepankan kecepatan dan kemudahan dalam penyaluran pembiayaan berpotensi besar digunakan untuk melakukan pencucian uang dan pendanaan terorisme. Ini juga berpeluang terjadi karena credit scoring atau screening pembiayaan di perusahaan pembiayaan pay later urung memadai.

Risiko strategis menjadi tantangan berikutnya yang dihadapi oleh perusahaan pembiayaan pay later. Mulia mengatakan, rerata perusahaan pay pembiayaan pay later memiliki tingkat laba yang rendah dibandingkan dengan nilai aset yang dikelola.

“Ini akibat beban marketing yang merupakan bagian dari kerja sama dengan platform. Ada promo cashback, promo ongkos kirim gratis, dan sebagainya yang cukup besar sehingga terdapat potensi ke depan bisnisnya kurang sustain,” jelas dia.

Namun bila risiko itu dapat dikelola, industri pembiayaan pay later diyakini memiliki prospek bisnis yang cukup cerah di masa mendatang. Itu karena ceruk pasar yang dimiliki oleh bisnis tersebut cukup besar. Pertumbuhan konsumen hingga volume transaksi menjadi dasar keyakinan tersebut. (Aji)

pasang iklan di sini