MATARAM—-Dua kali dihantam badai tidak membuat Kelompok Wanita Tani Banjar Manggis tidak patah semangat, bahkan tetap tegar. Para perempuan desa di lereng Barat Gunung Rinjani ini dihantam gempa pada Agustus 2018, kemudian terdampak pandemi Covid-19 pada 2020 ini.
Menurut cerita Ketua KWT Banjar Manggis Gangga Niasih, ketika berdiri pada 2013 kegiatan para perempuan ini mulanya hanya memanfaatkan pekarangan rumah, kemudian pada 2017 kegiatannya menjadi pengolahan pangan lokal.
“Kelompok kami membuat dan mengolah semua hasil panen. Kemudian saya mengikuti pelatihan Budi daya jamur secara sederhana. Dan menerapkan pada kelompok KWT. Dan kelompok kami sangat bersemangat,” ungkap Gangga kepada Peluang, Senin (1/6/20).
Para petani perempuan itu tidak saja membudidayakan jamur tetapi mengolahnya menjadi berbagai macam makanan serta kripik. Pada tahun-tahun awal, setiap produksi selalu habis terjual bahkan mereka kewalahan menerima pesanan.
Selain membudidayakan jamur, para petani ini juga membudidayakan kopi. Di sekitar wilayah kami banyak petani kopi tepatnya dusun Santong Barat,Desa Santong, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara .yang memiliki hawa sejuk cenderung dingin.
“Keluarga saya secara turun temurun suka mencampur kopi dengan Rempah rempah. Untuk menghangatkan tubuh , kami membuat kopi dengan campuran jahe, cengkeh, kayumanis hingga kapulaga yang banyak tumbuh di desa kami,” kenangnya.
Akhirnya dia mengajak kelompoknya untuk memproduksi kopi dengan modal sama yaitu dua kilogram kopi per orang. Perkembangan usaha kelompok ini sangat pesat.
Pesanan banyak. Mereka kerap mengikuti Bazar UKM. Pameran. KWT Banjar Manggis juga sering diajak mengikuti perhelatan nasional di luar daerah.
Dari 30 kilogram kopi Green Bean, para petani ini membuat kopi Bubuk. Mengemasnya dan menjual secara on line off Line atau di bazar bazar. Sehingga modal terus bertambah. Produksi para petani mencapai 20 kilogram per hari.
Perkembangan usaha kelompok sangat pesat.. pesanan kami banyak. Kami sering mengikuti Bazar UKM. Pameran. Atau event event dinas..kami juga sering di ajak mengikuti event nasional keluar. Karena tidak punya lahan luas, mereka bermitra dengan petani kopi lainnya di wilayah mereka.
“Istimewanya anggota kami adalah kelompok Ibu ibu yang tangguh dan 80 % adalah kepala keluarga 20 % membantu keluarga,” terang dia.
Sayangnya musibah gempa 7 SR meluluh lantakkan semua rumah dan tempat usaha mereka.
Kecamatan tempat tinggal merekapaling banyak korban jiwa. Hampir 400 orang. Selama dua bulan mereka tinggal di tenda pengungsian. Kemudian mereka pindah ke pekarangan rumah, namun tetap tinggal di tenda selama setahun lebih dan sempat trauma.
“Kami berpikir tidak mungkin kita terus terusan sedih meratapi keadaan. Lalu perlahan kami Bangkit kami mengikuti pelatihan terapi trauma healing. Untuk jiwa dan semangat kami. Kemudian kami bergabung dengan sebuah LSM bernama Pro Women yang membimbing usaha kami. Pelan pelan kami bangkit memulai lagi usaha dengan engan modal dan alat seadanya,” papar Gangga.
Kemudian mereka mulai mencari pasar dan pelanggan kami. Responnya ternyata bagus dan mereka didukung BNPB dan Universitas Mataram. Usaha mulai lancar walau tidak sepesat dulu.
Untuk budi daya jamur KWT Banjar Manggus mampu memproduksi jamur sebanyak seribu baglog per bulan dengan omzet rata-rata Rp10 juta. Untuk kopi omsetnya 50 juta perbulan pasar kami kebanyakan dari luar daerah, namun belum berani ekspor.
“Kelompok kami yang terlibat langsung ada 15 orang tapi kalau permintaan banyak kami menambah tenaga harian untuk orang orang di sekitar kami,” paparnya.
Mental Terus Diuji
Ketika Pandemi datang usaha kelompok tani ini mandek lagi. Mereka benar-benar tidak produksi lagi..Hanya sekali program JPS gemilang menyambangi mereka dan ada sedikit penjualan.Gangga mengakui tidak banyak yang bisa mereka lakukan. Hanya berbenah dan produksi hanya sekadarnya.
Gangga berharap pemerintah pusat dan daerah untuk lebih memperhatikan UKM yang ada di pinggiran dan pelosok. Jangan hanya memperhatikan orang-orang yang dekat kota saja.
“Kami tahu itu karena kita ikut di grup IKM NTB. Teman teman yang di kota dan teman teman yang punya relasi saja yang mendapat orderan dari JPS ( jaring pengaman sosial ) sedangkan kami hanya mendengar dan menonton saja,” ungkap dia lagi.
Sekalipun tetap tegar, Gangga dan teman-temannya berharap agar pandemi segera berlalu dan kehidupan mereka kembali normal dan usaha mereka kembali pulih (Irvan Sjafari).