hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Dua Buku E-Waste dari Remaja Rafa Jafar

Dia kritis. Penasaran dan menggali informasi. Dia peduli karena amat merisaukan cara masyarakat membuang sembarangan sampah elektronik. Sampah itu sangat berbahaya. Buku pertamanya terbit ketika ia berusia 15 tahun.

 

USIANYA masih amat muda. Namanya Rafa Jafar. Akrab disapa RJ. Remaja ini, pada usia 15 tahun, menerbitkan buku perdananya yang berjudul E-Waste.

Ketertarikannya pada sampah elektronik bermula dari ponselnya yang rusak dan tak bisa dipergunakan lagi. Di kepalanya muncul pertanyaan: ke mana sampah elektronik itu (seharusnya) dibuang? Bukan asal buang.

Rasa penasaran memicu kesungguhannya menggali informasi. Sampah elektronik atau e-waste merupakan barang-barang elektronik yang sudah tidak dapat digunakan sehingga menjadi barang bekas. Jumlahnya membengkak dari waktu ke waktu. Menurut Electronic Take Back Coalition 2016, setidaknya 20-50 juta metrik ton e-waste tiap tahunnya dibuang di seluruh dunia.

“Setelah memahami aspek-aspeknya, saya memberanikan diri membuat buku,” kata dia. Buku pertama RJ disusul dengan buku kedua, Sampah Baterai. Baterai dipilih karena  sampah elektronik terbanyak datang sini. Sampah baterai ini memerlukan perhatian dan penanganan khusus karena sifatnya beracun

Baterai menggunakan logam berat seperti timbal, merkuri, mangan, nikel, lithium, dan kadmium. Baterai bekas masuk ke dalam kategori limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Artinya, membuang baterai mestinya tidak sembarangan. “Seharusnya, baterai ditampung secara khusus untuk diolah dengan tepat,” ujarnya. Siswa SMA Taruna Nusantara, Magelang, Jawa Tengah, itu turut memberi solusi.

Rafa Jafar berharap masyarakat mengadakan dropbox khusus baterai bekas sebagai solusi. Wadahnya bisa dibuat menggunakan kayu dengan ukuran yang disesuaikan. “Sampah elektronik yang terkumpul lalu diberikan kepada perusahaan pengolah limbah elektronik,” ujar RJ. Perusahaan tersebut selanjutnya memilah sesuai materi asli, diolah untuk meminimalisir dampak terhadap lingkungan.

Tak kalah penting dari yang dipantau RJ adalah sampah plastik. Sebuah lembaga lingkungan, Planet Ark, mencatat penggunaan kantong plastik di Australia setiap tahunnya mencapai empat miliar. Yang berakhir sebagai sampah di pantai, jalanan, dan taman-taman 30 hingga 50 juta.

Pemerhati lingkungan perairan, Ocean Crusaders, pernah merilis daftar peringkat negara pencemar laut dengan sampah plastik terbanyak. Di urutan pertama adalah Cina, disusul oleh Indonesia dan Filipina. Kita lihat para pemulung mengumpulkannya untuk kepentingan daur ulang. Tak signifikan jumlahnya, memang, tapi lumayan. Jumlah sampah plastik yang tidak dikelola dengan benar di Indonesia mencapai lebih dari 3 ton metrik per tahunnya.

Sampah plastik di laut dan kawasan perairan lainnya terbukti menyebabkan kematian puluhan ribu burung, paus, anjing laut. Kebanyakan dari hewan-hewan tersebut menyangka jika kantong plastik adalah ubur-ubur.

Produksi kantong plastik menggunakan bahan bakar gas, minyak, dan batu bara yang berbahaya bagi lingkungan dengan menghasilkan gas rumah kaca, menurut organisasi pemerhati lingkungan Clean Up Australia. Jika anda masih memiliki kantong plastik di rumah, gunakanlah terus menerus. Jangan dibuang. Gunakan kantung alternatif yang ramah lingkungan saat hendak berbelanja.●(Nay)

 

pasang iklan di sini