Jakarta (Peluang) : Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) atau omnibus law keuangan menjadi undang-undang.
Pengesahan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023 di gedung parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (15/12/2022).
Wakil Ketua Komisi Komisi XI DPR RI sekaligus Ketua Panja RUU PPSK, Dolfie OFP memaparkan hasil pembasahan RUU PPSK antara komisi bidang keuangan dengan pemerintah.
Penyusunan RUU PPSK telah dimulai sejak penyampaian ke Badan Legislasi (Baleg) sebagai usulan RUU prioritas Komisi XI pada 28 September 2021.
Penyusunan dilakukan melalui berbagai pembahasan dengan pemerintah, termasuk dengan membentuk panita kerja (panja) khusus RUU PPSK.
Hasilnya, pada rapat 8 Desember 2022, setelah masing-masing fraksi menyampaikan pandangannya. Semuanya menyetujui draf RUU PPSK untuk disahkan dalam rapat paripurna.
“Seluruh fraksi menyetujui RUU PPSK untuk dilanjutkan ke tahap pembicaraan tingkat dua dalam Rapat Paripurna DPR RI hingga ditetapkan sebagai undang-undang,” ujar Dolfie.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang mewakili pemerintah menyampaikan terima kasih kepada semua anggota Dewan dan pimpinan DPR RI, khususnya ketua dan anggota Komisi XI yang telah menginisiasi proses RUU PPSK.
“Pembahasan antara pemerintah dan perlemen di dalam panita kerja atau Panja RUU selalu mengedepankan kepentingan masyarakat, serta dilakukan melalui proses diskusi yang terbuka, produktif, konstruktif, dan dinamis,” ungkap Sri Mulyani.
UU PPSK yang disahkan terdiri dari 27 bab dan 341 pasal. Secara terperinci, Bab I mengenai ketentuan umum yang terdiri dari 1 pasal. Bab II tentang asas, maksud, dan tujuan, serta ruang lingkup yang terdiri dari 3 pasal. Serta Bab III tentang kelembagaan yang terdiri dari 8 pasal.
Selanjutnya, Bab IV mengenai perbankan yang terdiri dari 3 pasal. Bab V tentang pasar modal, pasar uang, dan pasar valuta asing yang terdiri dari 35 pasal. Bab VI tentang perasuransian yang terdiri dari 2 pasal, serta Bab VII tentang asuransi usaha bersama yang terdiri dari 26 pasal. Kemudian Bab VIII tentang program penjaminan polis yang terdiri dari 25 pasal.
Adapun Bab IX tentang penjaminan yang terdiri dari 2 pasal. Bab X tentang usaha jasa pembiayaan yang terdiri dari 24 pasal
Bab XI tentang kegiatan usaha bullion yang terdiri dari 3 pasal. Serta Bab XII tentang dana pensiun, program jaminan hari tua, dan program pensiun yang terdiri dari 68 pasal.
Berdasarkan draf RUU PPSK versi 8 Desember 2022 setidaknya ada beberapa poin krusial baru yang ditambahkan pemerintah dalam aturan UU yang baru disahkan ini. Berikut ini cakupan poin pentingnya :
1.LPS Jamin Polis Asuransi
Dalam RUU PPSK ini, pemerintah menambah tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Tugas tambahan LPS yakni, pertama, melindungi dana masyarakat yang ada di perusahaan asuransi yang tertuang dalam Pasal 3A, ‘Lembaga Penjamin Simpanan bertujuan menjamin dan melindungi dana masyarakat yang ditempatkan pada Bank dan Perusahaan Asuransi’.
Kedua, melakukan resolusi bank. Dalam hal ini, LPS akan bertugas untuk merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan resolusi bank yang ditetapkan sebagai bank dalam resolusi.
Bank dalam resolusi adalah bank yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai bank yang mengalami kesulitan keuangan, membahayakan kelangsungan usahanya, dan tidak dapat disehatkan oleh OJK sesuai dengan kewenangannya.
Ketiga, LPS bertugas melakukan penyelesaian permasalahan perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya oleh OJK.
2.Politikus Dilarang Jadi Anggota Dewan Gubernur BI
Dalam beleid tersebut, anggota partai politik (parpol) tidak bisa bergabung menjadi anggota dewan gubernur BI. Dalam draf sebelumnya, pemerintah memperbolehkan anggota parpol jadi bagian BI.
Larangan ini tertuang dalam Pasal 47 ayat 1C yang berbunyi, ‘Anggota Dewan Gubernur baik sendiri maupun bersama-sama dilarang menjadi pengurus dan/atau anggota partai politik’.
Selain itu, anggota Dewan Gubernur BI juga dilarang mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung pada perusahaan manapun juga. Juga dilarang merangkap jabatan pada lembaga lain kecuali karena kedudukannya wajib memangku jabatan tersebut.
3. BI Jadi Penyelamat Pemerintah Saat Krisis
Melalui RUU PPSK, tugas BI bertambah sebagai ‘penyelamat’ negara saat terjadi krisis dengan membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana.
Tambahan tugas ini tertuang dalam Pasal 36A yang berbunyi, ‘Dalam rangka penanganan stabilitas sistem keuangan yang disebabkan oleh kondisi krisis, Bank Indonesia berwenang membeli SBN berjangka panjang di pasar perdana untuk penanganan permasalahan sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional.’
4. OJK Awasi Bank Emas
Pemerintah menetapkan seluruh kegiatan usaha bullion atau bank emas ke depannya harus mendapat izin OJK. Hal ini tertuang dalam Pasal 131 yang berisi, ‘LJK yang melakukan kegiatan usaha bullion sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan.’
Dalam Pasal 130 RUU ini disebutkan bank emas merupakan kegiatan usaha yang berkaitan dengan emas dalam bentuk simpanan,
pembiayaan, perdagangan, penitipan emas, dan/atau kegiatan lainnya yang dilakukan oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK).
5. Anggota DK OJK Bertambah 2 untuk Awasi Kripto dan Modal Ventura
Pemerintah juga memutuskan untuk menambah dua anggota Dewan Komisioner OJK untuk mengurus kripto dan modal ventura di Indonesia. Dengan demikian, anggota DK OJK yang awalnya terdiri dari sembilan orang menjadi 11 orang.
“Dewan Komisioner beranggotakan 11 orang anggota yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden,” tulis Pasal 10 ayat 3 draf RUU PPSK.
Adapun dua Dewan Komisioner OJK yang ditambah bakal melakukan pengawasan kegiatan jasa keuangan di bidang berikut:
1. Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto;
2. Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.
6. OJK Awasi Koperasi Penyelenggara Usaha Jasa Keuangan
OJK akan berbagi tugas dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam mengawasi koperasi yang bergerak di sektor jasa keuangan.
Sesuai Pasal 44B angka (3) draf terakhir yang diterima CNNIndonesia.com, tertera ketentuan OJK melaksanakan perizinan, pengaturan, dan pengawasan koperasi yang berkegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Namun demikian, OJK tidak mengawasi koperasi simpan pinjam tertutup yang hanya melayani anggota.