Peluang News, Jakarta-Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong hilirisasi industri kelapa sawit demi meningkatkan nilai tambah dan daya saing di dalam negeri. Upaya ini diwujudkan melalui pengembangan lima jalur utama, yakni produksi minyak goreng sawit, oleofood, oleokimia, fitonutrien, serta biomassa dan biomaterial.
Langkah konkret terbaru dilakukan melalui fasilitasi penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PalmCo/PTPN IV dan Koperasi Produsen Gerak Nusantara (KPGN) di Pabrik Kelapa Sawit Adolina, Serdang Bedagai, Sumatera Utara, Kamis (10/4) lalu.
“PKS ini merupakan tindak lanjut dari Nota Kesepahaman (MoU) yang sebelumnya telah ditandatangani oleh Kemenperin, PalmCo, dan KPGN,” ungkap Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika dalam pernyataan resminya di Jakarta, Senin (14/4). Penandatanganan disaksikan langsung oleh pimpinan dan anggota Komisi VII DPR RI dalam rangka kunjungan kerja reses ke wilayah Sumatera Utara.
Putu menuturkan, dalam masa replanting atau peremajaan kebun sawit, batang sawit kerap dianggap sebagai limbah. Namun, kini batang sawit justru berpotensi besar sebagai sumber nira yang manis dan kaya gula, yang dapat diolah menjadi gula merah berkualitas tinggi.
“Di daerah penghasil sawit seperti Serdang Bedagai, jumlah pengrajin nira sawit terus meningkat. Ini menunjukkan bahwa pengolahan nira bisa menjadi sumber ekonomi baru bagi petani, terutama saat kebun mereka dalam masa peremajaan,” jelas Putu.
Ia menekankan pentingnya membangun sistem manajemen yang efisien bagi petani dan pelaku industri kecil dan menengah (IKM), mulai dari pengelolaan sumber daya manusia hingga proses produksi dan pemasaran. “Pelatihan dan pendampingan dari pengrajin berpengalaman sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi,” tambahnya.
Kemenperin juga mendorong pembentukan kelembagaan yang menjembatani petani dengan pengrajin gula merah sawit melalui pola kemitraan. Dengan begitu, petani bisa menyuplai bahan baku langsung dari kebun mereka sendiri.
Putu menjelaskan, investasi yang dibutuhkan untuk memproduksi nira dan gula merah dari lahan satu hektar mencapai sekitar Rp25 juta, mencakup kebutuhan alat dan fasilitas produksi. Proses penderesan dilakukan bertahap, dengan rata-rata produksi nira mencapai 6,8 liter per batang per hari.
“Pagi hari bisa dihasilkan sekitar 2,7 liter dan sore hari 4,5 liter. Masa penderesan berlangsung selama 1,5 hingga 2 bulan,” paparnya.
Berdasarkan survei terhadap sejumlah pengrajin, petani yang mengolah sendiri nira sawit dapat memperoleh keuntungan bersih antara Rp18 juta hingga Rp25 juta.
“Inisiatif pengolahan nira sawit ini diharapkan memberikan kontribusi positif terhadap ekonomi lokal dan nasional, serta mendorong peningkatan kesejahteraan petani sawit,” tutup Putu.