JAKARTA—-Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan pisang berada di urutan kedua penyumbang devisa untuk komoditas buah-buahan setelah nanas dengan nilai 14,6 juta dolar pada 2018.
Sementara pada 2019 mencapai 95,98 juta dolar AS dengan total volume 110 ribu ton. Pada msa pandemi pun kontribusi psang mencapai 11, 15 juta dolar AS dengan volume 22 ribu ton.
Pada masa pandemi komoditas ini masih bisa meraup 11,5 juta dolar AS atau setara Rp163 miliar dengan volumen 22 ribu ton.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Fadry Djufry menyampaikan pisang merupakan buah-buahan yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia dan mudah diolah menjadi produk yang bernilai komersial.
Indonesia memiliki ratusan jenis pisang yang tumbuh dari Sabang sampai Merauke. Namun, potensi pisang yang besar ini belum dimanfaatkan secara maksimal untuk meningkatkan ekonomi Indonesia.
Jenis-jenis pisang yang ada di Indonesia sangat variatif seperti pisang cavendish, barangan, pisang tanduk, raja emas, kepok tanjung dan lain-lain. Masing-masing wilayah Indonesia memiliki karakteristik pisang berbeda-beda.
“Pisang bisa menjadi komoditi ekspor unggulan karena tiap tahun trennya semakin meningkat. Permintaanya pasarnya tidak hanya di Asia, termasuk di Jepang dan negara lain,” kata Fadjry saat membuka Bincang Buah Tropika Online #Seri Pisang yang digelar oleh Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbu Tropika) pada Rabu (28/4/21).
Untuk mendukung pengembangan pisang di Indonesia, Balibangtan melalui Balitbu Tropika terus berupaya untuk menghasilkan inovasi teknologi dan varietas-varietas unggul.
Salah satunya melalui convensional breeding telah menghasilkan varietas pisang INA 03 yang tahan penyakit layu fusarium.
Balitbangtan juga mendukung program Kementan dalam pembangunan kawasan hortikultura seperti kampung pisang untuk pengembangan pisang dari hulu ke hilir termasuk industri pengolahan pisang.
“Produk turunan pisang masih banyak yang belum kita eksplor agar memberi nilai tambah,” tambah Fadjry.
Pengembangan Kampung Berbasis Korporasi
Pisang telah membuat Kampung Tanggamus di Provinsi Lampung, menjadi kampung buah berbasis korporasi sejak 2017 dengan mengandeng PT Great Giant Pineapple (GGP).
Awalnya, kampung pisang ini hanya seluas 10 hektare, sekarang sudah berkembang hampir 400 hektare dan dikelola oleh 800 petani. Para petani pisang yang bernaung di bawah Koperasi Tani Hijau Makmur berhasil mengekspor 64 ton pisang atau 14.266 box per bulan pada 2020. Tujuan ekspornya antara lain Tiongkok, Malaysia, Singapura, dan Timur Tengah.
Sukses tersebut membuat Kementan akan mengembangkan kampung pisang di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tenggara (Aceh), Lampung Barat (Lampung), Cianjur dan Bogor (Jawa Barat), Grobogan (Jawa Tengah), dan Blitar (Jawa Timur) dengan luas keseluruhan 280 hektare pada 2021.
Selanjutnya pengembangan kawasan pisang sebagai pendukung pengembangan pangan lokal di Minahasa (Sulawesi Utara), Bantaeng (Sulawesi Selatan), Mamuju Tengah (Sulawesi Barat), Halmahera Timur (Maluku Utara), serta Pulang Pisau dan Kapuas (Kalimantan Tengah).
Sementara Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Bambang Sugiarto mengatakan produksi pisang di Indonesia pada 2020 sebesar 8.182.756 ton, meningkat 12,4 persen dari tahun sebelumnya.
Potensi tujuan ekspor pisang Indonesia adalah Jepang, Timur Tengah, Malaysia, Korea, Belanda,Tiongkok, Australia. Nilai ekpor pisang terbesar ke Jepang yaitu 1,348 juta USD tahun 2020. Namun share Indonesia di pasar Jepang hanya 0,16%.
Untuk mendorong peningkatan ekspor pisang, Bambang berharap pengembangan 71 kawasan hortikultura pisang seluas 1.300 hektar diarahkan untuk tujuan ekspor.
“Pengembangan kawasan pisang tersebut harus didorong untuk menggunakan pestisida hayati agar bisa dikendalikan sejak awal sehingga tidak ada bahan kimia pada pisang dan bebas dari lalat buah,” ujar Bambang.