Museum sebagai lembaga pendidikan diarahkan untuk membuat masyarakat menyadari identitasnya. Tidak hanya sekadar koleksi mainan tradisional, tapi juga patut menyosialisasikan sebanyak mungkin jenis permainan tradisional itu secara interaktif.
Permainan tradisional sekarang makin ditinggalkan, terutama di kota-kota besar. Anak-anak lebih menyukai mengunduh berbagai permainan menarik yang disediakan oleh ponsel cerdas. Hampir tak terlihat anak-anak memainkan permainan tradisional di luar rumah. Padahal, permainan tradisional merupakan identitas bangsa. Hasil kearifan lokal masyarakat itu sangat perlu dilestarikan, sebelum telanjur punah.
Untuk melindungi,
memanfaatkan, dan mengembangkan kebudayaan Indonesia, pemerintah telah
mengeluarkan UU No. 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Di dalam Pasal 5 dinyatakan
tentang objek pemajuan kebudayaan bahwa permainan rakyat merupakan salah satu
obyek pemajuan kebudayaaan.
Dalam kaitan ini, Museum Nasional berupaya menjadi bagian untuk
menyuarakan betapa pentingnya permainan tradisional. Perubahan orientasi Museum
dari object oriented menjadi public oriented membawa perubahan pada
program publik museum. Museum berperan aktif untuk mengedukasi masyarakat,
salah satunya dengan menyelenggarakan workshop
permainan tradisional.
Museum sebagai lembaga pendidikan diarahkan untuk membuat masyarakat menyadari identitasnya. Jadi, tidak hanya sekadar koleksi mainan tradisional yang ditampilkan secara pasif dalam ruang pameran tetapnya seperti yang disajikan di Lantai 3, Museum Nasional juga penting menyosialisasikan sebanyak mungkin jenis permainan tradisional itu kepada masyarakat secara interaktif.
Menyambut Hari Pendidikan Nasional, pada 25 Mei 2018 lalu, Museum Nasional melaksanakan kegiatan workshop permainan tradisional. Kegiatan ini diadakan bekerjasama dengan komunitas pemuda yang bernama Kampung Dolanan. Museum Nasional juga berkerjasama dengan Bapak Gasing Indonesia, Endi Aras.
Dalam workshop sehari yang diikuti 300 peserta itu peserta dapat mencoba bermain sembilan permainan tradisional. Terdiri atas damdaman, bakiak, egrang batok, egrang bambu, congklak, gasing bumbung, bekel, bedil jepret, dan yoyo.
Damdaman adalah salah satu contoh permainan tradisional Indonesia yang menggunakan bidak seperti catur. Bidak-bidak ini dijalankan bergantian dengan lawan. Dalam permainan ini tidak ada skakmat, melainkan sistem makan dan dimakan. Pemain dengan jumlah sisa dam terbanyak miliknya ialah sang pemenang.
“Setiap permainan tradisional memang memiliki teknik masing-masing agar dapat dimainkan,” kata Endi Aras. “Misalnya, dalam bermain gasing itu tidak asal-asalan. Ada teknik tertentu agar gasing bisa berputar lama.”
Banyak manfaat dari permainan tradisional. Permainan tradisional seperti egrang dapat melatih kebugaran fisik. Permainan tradisional lainnya dapat melatih kecerdasan otak dan emosional, meningkatkan kreativitas, kerja sama dan sosialisasi dengan teman. Jadi, prinsipnya, di sini kecerdasan otak dikombinasikan dengan kecerdasan emosional dalam menghadapi berbagai tantangan.
Permainan tradisional
juga dapat mengurangi konsumerisme karena terbiasa memanfaatkan bahan di
sekitar lingkungan. Dalam membuat egrang batok, misalnya, hanya membutuhkan
bahan tempurung kelapa atau batok, tali, dan alat untuk melubangi batok.
Membuat telepon mainan pun hanya memerlukan bahan tali atau benang dengan
kaleng bekas.
Dari
kuisioner yang disebar oleh Museum Nasional, sejumlah 80 persen responden
berpendapat bahwa permainan tradisional sangat menarik. Tiga belas persen
mengatakan menarik dan tujuh persen cukup menarik. Hal ini menjelaskan bahwa
permainan tradisional masih diminati anak-anak apabila diperkenalkan,
diajarkan, dan dimainkan secara bersama-sama.
Berikut
sebuah check list yang menarik, meski
tak lengkap: Gobak sodor, Petak umpet, Angkling atau Engklek, Dakon
atau Congklak, Egrang, Lompat tali, Lempar
batu atau Gatheng, Bola
bekel, Ular naga, Layang layang, Cublak cublak suweng, Jamuran, Kotak pos,
Sepak sekong, Cendak beralih, Gundu atau kelereng, Bentik, ABC lima dasar,
Benteng-bentengan, Balap karung, Rumah-rumahan tanah, Boi-boinan, Gasingan,
Gatrik, Kasti, Lenggang rotan, Masak-masakan, Donal bebek, ‘bakiak atau teklek,
Polisi-polisian, Rangku alu, Paraga, Pletokan, Amelia-amelia, Kucing dan tikus,
Ketapel, Lari tempurung, Mendorong ban, Mercon bamboo, Ngadu muncang.
Siapa yang masih ingat dengan nama-nama permainan tradisional di atas? Masih ingat cara/aturan memainkannya? Anda yang berusia 50 tahunan, mungkin. Hampir bisa dipastikan bahwa nama-nama permainan tersebut cukup asing buat generasi berusia 40 tahun ke bawah. Konon pula bagi puak milenial yang dalam kesehariannya sedemikian lengket dan menyatu dengan instrument gadget.
Tugas para senior/orang tua adalah menyosialisasikan dan menghadirkan kembali permainan tradisional ke tengah-tengah masyarakat; tidak hanya di museum, tetapi juga di rumah maupun di sekolah. Selanjutnya dibutuhkan penanaman pemahaman kepada orang tua agar dapat memahami pentingnya permainan tradisional dalam pembentukan karakter anak. Diharapkan dengan demikian permainan tradisional dapat berjalan seimbang dengan perkembangan ponsel cerdas.●(dd)