JAKARTA—-Matahari terbenam/Hari mulai malam/Terdengar burung hantu/Suaranya merdu/kuk..kuk…kuk/ Demikian lirik lagu anak bertajuk “Burung Hantu” yang diciptakan oleh Saridjah Niung atau karib dengan nama Ibu Sud.
Ketika Ibu Sud menciptakan lagu itu, burung hantu masih hidup nyaman dan bebas di hutan, sekalipun dekat dengan pemukiman manusia. Ketika lagu itu diciptakan, belum ada perburuan terhadap burung hantu sebagai hobi untuk dipelihara.
Nasib burung hantu ini mengusik perhatian Diyah Resiyati sekitar lima tahun silam. Alumni Antropologi UI ini terpikat dengan aneka barang bermotif burung hantu yang dianggapnya lucu, kemudian mengoleksinya.
“Dari situ saya tertarik ingin tahu kondisi burung hantu di Indonesia. Karena saya punya basis peneliti mulailah saya riset kecil soal burung hantu dan bertemu dengan teman-teman peneliti burung dan pemelihara burung hantu,” ujar Diyah ketika dihubungi Peluang, Sabtu (8/8/20).
Lanjut alumni Antropologi lulusan Universitas Indonesia ini, ternyata belum ada organisasi yang khusus fokus pada pelestarian dan perlindungan burung hantu di Indonesia. Adanya pemelihara dan pecinta. Kebanyakan mereka bertentangan dengan keseimbangan alam.
Aktivis pencinta alam dan relawan di WWF ini bersama dua orang kawannya berkampanye di media sosial tentang burung hantu dan membentuk organisasi bertajuk “The Owl World of Indonesia”. Organisasi ini fokus pada penyebaran informasi, kampanye, penelitian dan publikasi
“Adanya organisasi ini terus saya berpikir untuk menjalankannya bagaimana tanpa dana dari funding. Caranya dengan mendirikan unit bisnis yang mendukung. Kemudian saya mendirikan brand Celepuk Indonesia dengan modal Rp100 ribu dari saku sendiri,” papar Diyah lagi.
Nama ini diambil dari, Celepuk Jawa atau Otus angelinae adalah jenis burung hantu yang endemik pulau Jawa.
Awalnya gerakan bisnisnya menjadi reseller barang-barang bertemu burung hantu. Kemudian terbesit di benaknya memperoduksi barang agar punya ciri khasnya. Diyah juga meminta bantuan kawan-kawan seniman untuk menggambarkan tema burung hantu.
Celepuk Indonesia membuat aneka barang, mug, gantungan kunci, baju kaus hingga totebag. Mug dibandroll dengan harga Rp50 ribu, gantungan kunci dan pin Rp10 ribu dengan cepat terjual. Produk lainnya, toetbag dijual Rp70 ribu dan baju kaus Rp135 ribu. Sementara stiker dan postcard dijual Rp5 ribu.
“Keuntungan dari penjualan akan digunakan untuk penelitian dan kampanye burung hantu,” imbuh
Ke depannya, Celepuk Indonesia akan membuat buku catatan, buku mewarnai dan ensiklopedia terkait burung hantu. Bahkan juga tumbler.
Target “The Owl World of Indonesia” membuat kampanye membiarkan burung hantu berada di alam daripada dipelihara dan dijual di pasar hewan (Irvan Sjafari).