
PeluangNews, Jakarta – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) menegaskan pentingnya penganekaragaman pangan lokal sebagai strategi adaptif menghadapi krisis perubahan iklim dan memperkuat ketahanan pangan nasional.
“Ketahanan pangan kita tidak bisa hanya bertumpu pada satu sumber pangan saja. Indonesia memiliki keragaman pangan lokal yang luar biasa, yang justru menjadi solusi di tengah krisis iklim dan global,” ujar Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan NFA, Rinna Syawal, dalam Seminar dan FGD Integrasi Iklim, Pangan, dan Gizi di Jakarta, Kamis (18/9).
Rinna menjelaskan, sistem pangan Indonesia masih menghadapi tantangan serius. Konsumsi masyarakat masih didominasi beras, sementara fluktuasi produksi akibat curah hujan, suhu ekstrem, dan bencana hidrometeorologi terus mengganggu pasokan. “Kondisi ini diperburuk dengan kesenjangan akses pangan antarwilayah serta kerentanan kelompok tertentu seperti balita, ibu hamil, dan lansia,” tambahnya.
Ia mencontohkan sejumlah pangan lokal yang terbukti tahan iklim ekstrem, antara lain sorgum, sagu, jagung, singkong, sukun, ubi jalar, dan talas. Menurutnya, pemanfaatan pangan ini dapat mengurangi risiko ketidakstabilan pangan sekaligus menekan biaya produksi karena lebih adaptif dengan agroekologi setempat.
Namun, ia mengakui pengembangan pangan lokal masih menghadapi hambatan, mulai dari rendahnya preferensi konsumen, citra inferior, keterbatasan produksi, hingga kurangnya edukasi gizi.
Rinna juga menyinggung Perpres 81 Tahun 2024 tentang Percepatan Penganekaragaman Pangan Berbasis Potensi Sumber Daya Lokal. “Target jangka panjang kita adalah terwujudnya pola konsumsi Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman (B2SA). Indikator keberhasilannya adalah peningkatan skor Pola Pangan Harapan (PPH) masyarakat,” jelasnya.
NFA mendorong transformasi sistem pangan dari pola konsumsi beras sentris menuju diversifikasi pangan yang lebih sehat. Inovasi produk terus dikembangkan, seperti mie sorgum, beras analog, dan snack sehat berbasis pangan lokal. Upaya hilirisasi ini, kata Rinna, didukung oleh riset, teknologi pascapanen, serta kolaborasi pemerintah daerah, swasta, UMKM, dan akademisi.
“Pangan lokal B2SA adalah solusi adaptif menghadapi perubahan iklim. Selain menjaga ketahanan pangan, juga melestarikan biodiversitas, memperkuat ekonomi lokal, dan meneguhkan kedaulatan pangan nasional,” pungkasnya.
Seminar dan FGD ini dihadiri pemangku kepentingan dari kementerian/lembaga, akademisi, serta organisasi masyarakat sipil, dan menjadi bagian dari finalisasi dokumen RAN-PG 2025–2029.







