hayed consulting
hayed consulting
lpdb koperasi

‘Diskriminasi Kebijakan Anggaran Terhadap PTN dan PTS Harus Dihentikan’

Sumber: pexels.com

PeluangNews, Jakarta – Pemerintah diminta untuk menghentikan praktik diskriminasi dalam penerapan kebijakan anggaran antara Perguruan Tinggi Negeri dengan Perguruan Tinggi Swasta sebagaimana yang selama ini terjadi.

Rektor Universitas Paramdina Prof Didik J Rachbini mengatakan selama ini PTN mendapatkan dukungan pembiayaan yang sangat besar dari Negara. Selain menerima anggaran negara, masyarakat juga harus membayar dan mendukung anggaran PTN, bahkan sampai 70%.

“Cara seperti ini, dimana PTN menyedot dana dana dari negara sekaligus dari masyarakat merupakan praktek kebijakan yang tidak adil, dimana sistem pendidikan tinggi dibiarkan bersaing potong leher (cutthroat competition) antara PTN dan PTS,” ujarnya pekan ini.

Menurut ekonom INDEF tersebut, selain mendapatkan anggaran dari APBN, sampai saat ini PTN juga dibebaskan mengambil dana masyarakat dan menerima mahasiswa sebangak-banyaknya.

Situasi tersebut mengakibatkan kompetisi antara PTN dengan PTS menjadi tidak sehat. Padahal, tidak sedikit PTS yang telah berkontribusi pada dunia pendidikan tinggi jauh sebelum PTN, seperti Universitas Islam Indonesia yang lahir sebelum Indonesia Merdeka maupun Universitas Nasional yang lahir tahun 1948.

Begitu pula, cukup banyak pula keberadaan PTS yang didukung oleh berbagai ormas besar, seperti NU, Muhammadiyah dan banyak yayasan-yayasan di daerah menjadi harus berkompetisi secara tidak fair dalam menghadapi PTN.

Menurut Didik, agar dapat berkompetisi secara adil, maka dana negara dari pajak rakyat yang selama ini masuk ke PTN harus didistribusikan sebagian secara proporsional ke PTN dan PTS. “Dengan demikian, maka persaingan menjadi adil. Keduanya, bisa mendapat sumber dana dari negara secara adil proporsional dan dari masyarakat,” lanjutnya.

Negara, lanjutnya, tidak boleh melakuan praktek diskriminasi seperti dijalankan selama ini. Ini praktek tidak adil yang telah berlangsung hampir setengah abad. Civil society yang berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa hanya diam selama ini dan karenanya harus menuntut hak anggaran negara dari pajak rakyat tidak hanya untuk PTN. Negara harus menjalankan asas kesamaan (equality) dengan membagi sumberdaya dari negara, dipecah dengan porsi yang sama antara PTN dan PTS.

“Usul saya, anggaran negara di PTN masing-masing PTN dipotong 50%. Kemudian total hasilnya dibagi proporsional kepada PTS. PTN bebas mengambil mahasiswa dan menarik dana dari masyarakat.”

Dia berharap DPR agar dapat memutuskan kebijakan anggaran ini di dalam APBN-P pada pertengahan 2026 mendatang karena saat ini sudah diputuskan. Bagi PTN yang sudah mengambil 70-80 persen dana masyarakat, dia meyakini kebijakan pemotongan ini akan lebih ringan karena hanya berkurang 10-15%.

Dengan begitu, negara akan bersikap adil dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia dengan mempraktekkan asas kesamaan hak dan kewajiban dalam rangka tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa seperti ada dalam Pembukaan UUD 1945, lanjutnya.

“Jadi, praktek diskriminasi seperti sekarang ini tidak boleh diteruskan sehingga anggaran negara yang datang dari pajak rakyat harus dibagi proporsional antara PTN dengan PTS secara adil. PTS selama ini berperan untuk mencerdaskan bangsa, melakukan investasi sendiri dan mandiri, tidak dapat dana dari negara.”

 

pasang iklan di sini
octa vaganza