hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Direktur PFN Mohamad Abduh Aziz, Buat Film Harus Relevan dengan Zaman

Direktur PFN M Abduh Aziz-Foto: Irvan sjafari.

JAKARTA—-“Kalau ditanya orang yang paling bahagia pada malam ini, maka jawabannya adalah saya,” ucap Direktur Produksi Film Nasional (PFN) Mohammad Abduh Aziz di Jakarta pada 13 Maret  2019 lalu dalam press screening “Kuambil Lagi Hatiku”.

Film ini merupakan film pertama yang diproduksi PFN setelah vakum selama 26 tahun. Dengan demikian bertepatan dengan bulan film nasional, film yang disutradarai Azhar Kinoi Lubis ini menjadi tonggak  bersejarah bagi PFN.

Berdiri pada 1934, PFN merupakan salah satu perintis industri film di Indonesia yang memproduksi film dokumenter bertema kepahlawanan, lalu berkembang membuat film cerita yang bertema pendidikan dan penerangan yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

Alumni Jurusan Sejarah Fakultas Sastra (kini Fakulas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia  zaman sudah menghendaki agar PFN menjadi rasional.  Dulu pada masa Orde Baru dimanjakan berada di bawah Departemen Penerangan.  Untuk membuat film sudah tersedia anggaran.

Dulu kalau membuat film harus sesuai dengan pesan (kalau tidak bisa dikatakan propaganda) negara. Film seperti Pengkihanatan G 30 S PKI, hingga serial Boneka si Unyil sarat dengan pesan itu. Walau pun menurut Abduh ada film yang cukup bagus seperti Yuyun Pasien Rumah Sakit Jiwa.

“Sekarang tidak lagi, kami harus mencari dana sendiri. Kami tetap membuat film dengan misi dan visi PFN, tetapi pesannya tidak lagi menggurui. Film harus relevan dengan zaman,” ujar Abduh  beberapa waktu lalu.

PFN sedikit berbeda dengan masa lalu. Sebagai instrumen negara, sekarang PFN sudah menjadi Perum di mana semakin berpeluang mengembangkan cerita dalam film.  Karya baru yang hadir setelah vakum lebih dari seperempat abad itu diharap Abduh tidak sekadar hadir menambah jumlah film Indonesia, tapi juga mewarnai industri sinema Tanah Air.

“Ke depannya kami akan membuat film dengan beragam cerita.  Pada Maret ini kami meluncurkan film drama keluarga yang sebetulnya adalah potret Indoensia sehari-hari, berikutnya bisa saja kami membuat film anak-anak, tetapi dari kacamata anak,” ungkap Abduh.

Bahkan menurut dia ketika berbicara soal milenial PFN juga harus mengikuti teknologi, misalnya streaming dan merencanakan menjadi produsen konten digital.

Dunia film dan seni sudah lama melekat dengan pria kelahiran 1967 ini.  Dia menjadi produser  dan penulis  The Rainmaker (2004), penyelia (supervisor)  produksi omnibus dokumenter Pertaruhan (At Stake, 2008) dan Working Girls (2009).

M Abduh Aziz-Foto: /qubicle.id

Abduh pernah menjabat sebagai anggota Dewan Kesenian Jakarta pada 2006-2012.  Mantan ketua Festival Film Indoensia 2011 ini menjadi Konsultan di Metro TV untuk Program Eagle Awards Documentary Competition pada 2005-2011.  Abduh menjabat sebagai Direktur PFN sejak 2016 lalu (van).

 

pasang iklan di sini