
Peluang News, Jakarta – Keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bahwa Ketua Komisi Pemilihan Umum Hasyim As’ari melanggar etik karena meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden mengejutkan banyak pihak.
Keputusan itu memunculkan diskusi di ruang publik. Namun, ketua KPU tersebut menghindar menjawab wartawan terkait putusan DKPP itu. Alasannya, KPU sudah memberikan jawaban dan keterangan sebagai pihak teradu pada laporan dugaan pelanggaran etik terkait pendaftaran Gibran sebagai cawapres.
Dia mengaku tidak akan memberikan keterangan lainnya. “Saya tidak akan mengomentari putusan DKPP. Ketika dipanggil sidang, KPU sudah hadir memberikan jawaban, memberikan keterangan.”
“Jadi apa pun putusannya ya sebagai pihak teradu kami tidak akan komentari,” ujar Hasyim di DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/2/2024).
Menurut dia, konstruksi pasal UU Pemilu No. 7 Tahun 2017 menyebutkan bahwa KPU selalu berada di posisi terlapor, termohon, tergugat, dan juga teradu.
“Oleh karena apa namanya saya sebagai teradu, maka saya ikuti proses-proses persidangan di DKPP. Ketika ada sidang diberikan kesempatan untuk memberikan jawaban, keterangan, alat bukti,” tutur dia.
Dia menegaskan semua sudah disampaikan. Merupakan kewenangan penuh dari majelis DKPP memutuskan apa pun, katanya.
Pada Senin (5/2/2024), DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari pada Senin ini.
Hasyim dinilai melanggar kode etik karena memproses pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.
“Hasyim Asy’ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu,” kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan sidang.
Selain itu, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada enam Komisioner KPU lainnya, yakni August Mellaz, Betty Epsilo Idroos, Mochamad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holik.
Sidang gugatan ini diajukan Tim Pembela Demokrasi (TPDI) yang diwakili aktivis 98, Petrus Haryanto. (Yth)