octa vaganza

Di Siang Hari pun Butuh Senter

“JIKA bukan karena Dr Mat Syukur, Kopsyah BMI tidak pernah ada, dan saya tidak akan pernah berdiri di sini.” Ucapan itu terlontar dari Kamaruddin Batubara saat menyampaikan pidatonya pada Milad ke 5 dan 15 tahun operasional Kopsyah BMI di  Kecamatan Sukadiri Kabupaten Tangerang. Sosok pemilik nama tersebut, tampak semringah duduk bersama para tamu undangan lainnya. Perkenalan Mat Syukur (59 tahun) dengan Kamaruddin Batubara diawali pada tahun 2003 saat ia menggagas kerja sama antara Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan Bappeda Kabupaten Tangerang. Kerja sama tersebut mengacu pada studi skim-skim pembiayaan bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah. “Waktu itu saya lihat kedua anak muda ini (Kamaruddin Batubara dan Radius Usman) sangat idealis dan bersemangat, saya yakin mereka pasti bisa maju dalam  pekerjaan ini,” kata Mat Syukur mengenang tahun pertama ia mendirikan LLP-UMKM di Desa Sukadiri Kabupaten Tangerang.  Konsep pemberdayaan masyarakat tersebut, kata doktor lulusan IPB ini sebelumnya sudah diterapkan di Kecamatan Nanggung, Bogor pada 1989. Hasilnya cukup positif. Mat Syukur bahkan menyebarkan pengetahuannya ke berbagai wilayah, antara lain Bekasi, Kepulauan Seribu, Brebes, Batang, Tabalong Kupang NTT hingga Saumlaki, Maluku Tengah.

Pilihan Sukadiri sebagai lokasi pertama LLP-UMKM, kata Mat Syukur, karena potensinya cukup besar. Artinya kondisi masyarakat di daerah ini sangat pas bagi konsep pemberdayaan yang dikembangkannya. “Mereka umumnya masyarakat miskin, namun punya aktivitas ekonomi yang cukup produktif. Masyarakat seperti ini mudah dibina dan sangat besar potensinya untuk maju,” tuturmya.

Dia menjelaskan, pola pemberdayaan yang dilakukan adalah modifikasi pola Grameen Bank seperti yang dikembangkan  oleh Dr Muhammad Yunus di Bangladesh. Pola ini tak menyaratkan adanya agunan dalam setiap pinjaman, melainkan hanya melalui pendekatan kelompok, dan modalnya pun tidak terlalu besar. Masalahnya, aku Mat Syukur, di tengah persaingan ekonomi yang makin kapitalistik,  tidak mudah mencari sosok yang mau mewakafkan dirinya untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin. “Untuk mencari orang seperti Kamaruddin dan Radius sekarang ini, di siang hari pun harus pakai lampu karena memang  sulit,” ujarnya. Tetapi bukan tidak mungkin. Mat Syukur yakin, masih banyak orang-orang muda yang mau bekerja bukan hanya sekadar mendapatkan uang untuk kebutuhan hidupnya, tetapi lebih dari itu ada kebanggaan, harga diri, membantu orang lain khususnya rakyat kecil. “Semangat itulah yang  saya pompakan kepada mereka berdua. Dan saya bangga karena hingga kini mereka masih konsisten,” pungkas Mat Syukur yang juga staf ahli Menteri Pertanian bidang Perdagangan dan Hubungan Internasional.  (Irm)

Exit mobile version