Masyarakat tertentu di pedalaman India dan Jepang punya tradisi yang sama: membuat jembatan akar. Jika India menghasilkan jembatan yang mumpuni, produk Jepang lebih ringkih.
PERISTIWANYA di salah satu lokasi paling basah di muka bumi, di kedalaman India sebelah tenggara. Masyarakat Khasis di Cherrapunjee membuat jembatan dengan cara unik. Yakni dari anyaman akar-akar pohon karet. Dengan membelah dan mengeluarkan isi batang pinang, mereka memperoleh “penunjuk akar”. Setelah dibentangkan ke seberang sungai, mereka menyatukannya dengan akar-akar dari tanah.
Beberapa di antara jembatan-jembatan akar itu mencapai panjang 30 meter. Dalam perjalanan waktu, jembatan yang kokoh dan hidup mulai terbentuk. Butuh 10 hingga 15 tahun untuk bisa berfungsi penuh. Hasilnya pun sangat kokoh dan ulet. Semakin lama semakin solid karena pertumbujhan akar. Beberapa di antaranya sanggup menahan beban hingga 50 orang.
Salah satu struktur yang paling unik di Cherrapunjee dikenal dengan sebutan “Umshiang Double-Decker Root Bridge.” Terdiri dari dua lapis jembatan, di atas dan di bawah. Persis seperti bus tingkat. Karena jembatan-jembatan ini hidup dan terus tumbuh, semakin lama tenaga kait mengaitnya juga semakin solid. Beberapa jembatan akar bahkan sudah digunakan masyarakat desa di sekitar Cherrapunjee sejak 500 tahun silam.
WEST IYA, Jepang. Ini salah satu dari tiga lembah-lembah “tersembunyi”. West Iya merupakan lokasi dengan ngarai berkabut. Sungainya bersih, rumah dengan atap-atap jerami atau daun, seakan mengawetkan suasana Jepang berabad-abad lampau. Untuk menyeberangi Sungai Iya yang mengalir di sepanjang lereng lembah, dibuatlah jembatan khusus dari tanaman merambat.
Pembuat jembatan itu adalah para perampok, para kestria, dan pengungsi. Jembatan-jembatan di sana rerata tidak punya sisi untuk berpegangan. Menurut pengakuan sebuah sumber sejarah orang Jepang, jembatan tanaman rambat tersebut amat tidak stabil. Mereka yang baru pertama kali mencoba menyeberanginya seringkali kejang di tempat, tidak mampu melanjutkan lebih jauh.
Tiga dari jembatan-jembatan itu masih ada di Lembah Iya. Meski beberapa (tidak semua) sudah diperkuat dengan kabel dan dilengkapi lajur di kedua sisinya, tetap saja menakutkan untuk diseberangi. Panjangnya 42 meter lebih, dengan papan yang dipasang setiap 6 hingga 8 inci. Tak ada laporan jembatan ini makan korban. Tapi jelas tidak cocok buat pengidap acrophobia (takut ketinggian).
Itulah contoh-contoh arsitektur hidup tertua di dunia. Di antaranya terbuat dari Wisteria, salah satu tanaman merambat paling kokoh. Saat tanaman itu mencapai panjang yang cukup, lalu dianyam bersama papan untuk membuat suatu rekayasa botani yang hidup, lunak tapi sangat kokoh. Konon, jembatan tanaman merambat yang masih ada itu pertama kali dibuat pada abad ke-12.●(dd)