GUNUNGKIDUL—-Desa Nglanggeran secara administratif berada di Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi D.I. Yogyakarta, mempunyai luas wilayah 762,7909 ha. Desa ini merupakan salah satu desa wisata yang terbaik di Asia Tenggara dan pernah mendapat ASEAN Community Based Tourism (CBT) Award pada 2017.
Salah seorang penggagas desa wisata itu Sugeng Handoko menurutkan, Nglanggeran menjadi desa wisata ini sejak 2007, didorong keinginan menjaga lingkungan kawasan gunung, mengurangi urbanisasi, memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat, dan menata kawasan lebih baik lagi.
“Kami ingin mengubah citra Gunungkidul, sebagai kawasan yang sulit air, daerah susah, di benak orang luar, sekaligus menggali potensi, kegiatan konservasi, mempertahankan kearifan lokal, hingga pemberdayaan,” tutur Sugeng dalam Webminar, Kamis (27/8/20).
Lanjut dia, tidak mudah untuk membuat mimpi bersama dan perlu dilakukan intens komunikasi agar menjadikan seorang pemuda sebagai virus perubahan positif dalam satu rumah tangga.
Perjuangan Sugeng menuai hasil sejak 2012, ketika desa ini menerima 27.625 wisatawan domestik dan 200 wisatawan asing dengan omzet Rp81, 2 juta. Jumlah kunjungan dam omzet makin meningkat, pada 2019 mencapai 101.866 kunjungan wisatawan domestik dan 1.241 wisatawan asing dengan omzet Rp3, 2 miliar (lihat tabel)
Ada pun destinasi yang bisa didapat pengunjung antara lain, Wisata Kampung Pitu yang ada di atas puncak Gunung Api Purba Nglanggeran. Wisatawan berinteraksi dengan kelompok kecil masyarakat yang terdiri dari tujuh kepala keluarga yang masih menjaga kearifan lokal dan budayanya.
Desa itu juga punya embung (tampungan air) Kebun Buah Nglanggeran dengan luas 0,34 hektare, digunakan sebagai pengairan kebun buah durian dan kelengkeng. Jenis durian yang ditanam adalah jenis durian Montong.
Terdapat juga, air terjun musiman yang terletak di selatan Gunung Api Purba dengan hamparan terasiring persawahan milik petani masyarakat Desa Nglanggeran. Keunikan air terjun ini adalah berada ditengah terasiring sawah dan berbentuk undak-undak batuan vulkanik
“Pada 2014 ada pengembangan perkebunan kakao dengan luas 40-an hektare dan dua tahun kemudian kami meluncurkan Griya Cokelat Nglanggeran tahun 2016,” imbuh Sugeng ketika dihubungi Peluang, Jumat (28/8/20). Kakao diolah menjadi minuman hangat dan makanan olahan seperti dodol.
Sugeng mengungkapan sejak kehadiran desa wisata ini tak ada lagi eksploitasi alam, warga sadar lingkungan hidup. Urbanisasi tidak ada lagi, karena lapangan kerja tersedia, bahkan tidak ada perceraian
Selama berapa bulan desa ini sempat tutup untuk wisatawan sebagai dampak Pandemi Covid-19, namun dibuka lagi sejak akhir Juni 2020. Tentunya pengunjung mematuhi protokol kesehatan (Van).