MARAKNYA impor bahan pangan seperti beras, gula, kedelai, hingga garam menjadi pertanyaan berbagai pihak termasuk masyarakat. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun menyatakan telah menemukan adanya beragam persoalan yang berakar pada ketidaksesuaian data antarinstansi pemerintah. Ada beda antara rilis BPS dan rilis Departemen Pertanian.
Pertama, BPK menemukan persoalan data konsumsi beras nasional tidak akurat. Seharusnya data pangan berpusat dari satu sumber, yaitu Badan Pusat Statistik (BPS). Untuk itu BPS telah pula diingatkan agar mempercepat speed-nya, dengan memanfaatkan kemudahan yang disediakan fasilitas teknologi canggih.
Kedua, temuan BPK menunjukkan bahwa sistem pelaporan produktivitas padi tidak akuntabel. Ketidaksesuain data juga masih ditemui terkait jumlah luas lahan. Bahkan, cadangan pangan ideal pemerintah ternyata belum pernah ditetapkan. Ketiga, data luas lahan tidak akurat. Terutama di Karawang, alih fungsi lahannya luar biasa. Keempat, angka cadangan pangan ideal pemerintah belum pernah ditetapkan, padahal sudah diatur dalam UU No. 18/2012 tentang Pangan.
Tanpa kesungguhan membenahi semrawut data semacam ini akibatnya fatal. Antara lain, impor beras dilakukan justru ketika musim panen tiba.
Muchtar Erinaldy
Tarakan, Kalimantan Utara