
Dana Rp200 Triliun Mengalir ke Himbara, Analis: Bisa Jadi Bom Waktu Fiskal
PeluangNews, Jakarta – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menempatkan dana negara sebesar Rp200 triliun di lima bank milik negara (Himbara), yakni Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN, dan BSI. Penempatan dana tersebut berlaku sejak 12 September 2025 melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025.
Analis kebijakan publik Sugiyanto Emik menilai langkah ini bisa menjadi bom waktu fiskal yang berbahaya karena menyimpan peluang sekaligus risiko besar.
“Dari sisi risiko, penyaluran kredit berpotensi tidak optimal karena daya beli masyarakat masih melemah. Jika target kredit tidak tercapai, dana jumbo ini bisa menjadi beban bank Himbara dan berdampak pada stabilitas fiskal,” kata Sugiyanto di Jakarta, Selasa (16/9/2025).
Ia juga mengingatkan adanya risiko likuiditas. Bank bisa saja menyalurkan kredit secara tergesa tanpa analisis mendalam demi memenuhi ekspektasi pemerintah, sehingga meningkatkan potensi kredit macet. Selain itu, terdapat risiko konflik kepentingan karena Himbara bukan hanya mengelola dana pemerintah, tetapi juga menyalurkan program bansos dan kebijakan fiskal.
“Kritik lain adalah soal transparansi. Publik maupun DPR belum mendapat penjelasan utuh mengenai kriteria, durasi, dan mekanisme penempatan dana. Tanpa itu, penempatan bisa dianggap melampaui kewenangan APBN,” ujarnya.
Meski begitu, Sugiyanto menilai kebijakan ini juga memiliki dampak positif. Likuiditas perbankan akan semakin kuat, ruang penyaluran kredit produktif lebih luas, dan suku bunga kredit berpotensi turun sehingga bisa mendorong investasi maupun daya beli masyarakat.
“Kalau diarahkan ke sektor riil seperti UMKM dan infrastruktur, penempatan dana ini bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi. Pajak juga akan meningkat seiring aktivitas ekonomi yang lebih tinggi,” kata dia.
Dana Rp200 triliun tersebut, menurut Kementerian Keuangan, bersumber dari saldo anggaran lebih (SAL) dan sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) yang selama ini mengendap di Bank Indonesia. Penempatan dilakukan dalam bentuk deposito on-call dengan tenor enam bulan, dengan imbal hasil sekitar 4 persen.
Pemerintah menegaskan dana itu tidak boleh digunakan untuk membeli surat berharga negara (SBN) atau instrumen spekulatif. Bank penerima diwajibkan melaporkan pemanfaatan dana setiap bulan kepada Kementerian Keuangan.
Sugiyanto menekankan bahwa tata kelola, audit, dan transparansi harus diperkuat agar kebijakan ini tidak berubah menjadi “bom waktu” fiskal. “Keseimbangan antara fleksibilitas fiskal dan akuntabilitas publik menjadi kunci keberhasilan langkah Menkeu Purbaya,” pungkasnya. (Aji)
Baca Juga:Sokong Ekonomi Nasional, Apindo Akan Prioritaskan empat Program Pemberdayaan UMKM