Jakarta (Peluang) : Usaha menuju ekonomi hijau membuka peluang bisnis yang besar dan mampu mengentaskan kemiskinan.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (MenKopUKM), Teten Masduki mengatakan, saat ini struktur ekonomi Indonesia sekitar 99 persen dikuasai oleh usaha mikro, dan 97 persen menyerap lapangan kerja. Bahkan Bank Dunia menilai UMKM mampu menciptakan lapangan kerja berkualitas. Namun sejak krisis moneter akibat terjadinya deindustrialisasi, justru hanya menciptakan UMKM yang berorientasi pada ekonomi subsiten.
“Ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama. Kami mengurus sekitar 64 juta UMKM, tapi kapasitas kementerian ini kecil. Untuk itu, kolaborasi berbagai pihak sangat dibutuhkan,” kata Teten dalam acara Indonesian SDGs Corporate Summit (ISCOS) 2022 di Bali, Rabu (7/9/2022).
Dengan menggandeng korporasi, sebagaimana amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi), di mana setiap perusahaan bertanggungjawab sejauh 5 kilometer (km) di wilayah operasinya untuk memperhatikan masyarakat miskin sekitarnya.
Terkait amanat tersebut, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (KemenKopUKM) mengajak perusahaan besar untuk menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dalam kemitraan dengan usaha kecil. Tujuannya agar usaha mereka masuk dalam rantai pasok industrilisasi (global value chain) guna memperkuat struktur ekonomi Indonesia.
“Kami mendorong dan berharap peran CSR perusahaan dapat mendukung pemberdayaan ekonomi khususnya UMKM dan koperasi. Pemberdayaan ini mampu mengentaskan masalah kemiskinan,” ujar Teten.
Ia menegaskan, CSR perusahaan diarahkan untuk pemberdayaan ekonomi di wilayah-wilayah kategori miskin ekstrem. Karena aktivitas perekonomian harus mengedapankan peningkatan kualitas hidup manusia untuk jangka panjang, tanpa mengorbankan kepentingan generasi mendatang.
Lebih lanjut Teten menyampaikan, dari hasil riset UNDP menunjukkan sebagian besar UMKM tertarik dengan gagasan usaha ramah lingkungan, yaitu sekitar 94-95 persen. Dan sebanyak 86-90 persen, UMKM tertarik untuk melakukan praktik usaha inklusif. Aspek sosial, ekonomi dan lingkungan harus seimbang agar kesejahteraan tercapai dan alam tetap terjaga.
“Perusahaan haruslah menjalankan bisnis dengan menciptakan nilai bersama atau creating share value, menghasilkan nilai ekonomi sekaligus menghasilkan nilai bagi masyarakat dengan mengatasi tantangannya,” ungkap mantan Kepala Staf Khusus Kepersidenan.
Ia menjabarkan, hal tersebut dapat dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu bagaimana memahami kembali produk dan pasar, mendefinisikan ulang produktivitas dalam rantai nilai, dan memungkinkan pengembangan klaster lokal.
MenKopUKM mencontohkan Nestle misalnya, mendesain ulang proses pengadaan kopinya. Perusahaan itu bekerja secara intensif melibatkan petani kecil di daerah miskin yang terjebak dalam siklus produktivitas rendah, kualitas buruk, dan degradasi lingkungan. Nestle memberikan pendampingan terkait praktik pertanian, membantu petani mengamankan stok tanaman, pupuk, dan pestisida, serta membeli produk petani dengan harga yang lebih baik.
Tetan menegaskan, kemajuan UMKM menjadi penentu keberlanjutan ekonomi nasional. Syaratnya, struktur ekonomi yang didominasi usaha mikro 99,62 persen harus segera naik-kelas. Kolaborasi perlu dikuatkan untuk mengakselerasi sehingga fondasi UMKM semakin kokoh dan siap menghadapi krisis apapun ke depan terutama perubahan iklim.
“Tapi bukan cuma Indonesia, Korea Selatan juga hampir 90 persen dikuasai UMKM. Tapi berbeda dengan UMKM mereka yang sudah besar, bukan lagi tradisional tapi berbasis kreativitas,” ujar pria kelahiran Garut 6 Mei 1963.
Selain itu, negara China juga bisa ekpor produk UMKM hingga 70 persen berkat kemampuannya menjadi rantai pasok global. “Indonesia baru sekitar 40 persen usaha yang menjadi rantai pasok industri. Jika tidak memperkuat UMKM di rantai pasok industri, selamanya UMKM sulit untuk berkembang,” ujarnya.
Dengan kehadiran Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK) menurut Teten, memberikan banyak insentif untuk kemitraan usaha besar dan usaha kecil dengan insentif pajak. Misalnya, industri otomotif yang bisa dipasok oleh UMKM, begitu juga furnitur, dan makanan.
MenkopUKM mengapresiasi gelaran ISCOS diharapkan bisa melahirkan gagasan, rekomendasi, sharing pengetahuan, dan sinergi program melalui CSR yang lebih baik di masa mendatang untuk Indonesia emas 2045.
Board Advisor ISCOS, Siti Nur Azizah berharap ISCOS menjadi gerakan nasional yang bertanggung jawab, yang awalnya voluntary dilakukan korporat terkait sustainable development goals (SDGs).
“Saya berharap ISCOS secara sustain tetap dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia. Sehingga meningkatkan kesadaran dan komitmen bersama, dengan tujuan pembangunan yang berkelanjutan meliputi sektor ESG (Environmental, Social and Governance),” ucap Siti.
ISCOS SC Chair, Suharman Noerman menambahkan, renewable economic system menjadi komitmen bersama korporat dalam target pencapaian SDGs di tahun 2030. Contoh beberapa isu yang di-highlight meliputi isu kemiskinan sebagaimana amanat Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin yang meminta untuk mengembangkan tools sustainability.
“Korporasi tidak bisa menata ekonomi keberlanjutan melibatkan supply chain, berkolaborasi dengan UMKM, dengan konsep untuk meningkatkan UMKM hijau,” tandas Suharman. (s1).