octa vaganza

Dana Bergulir dan Ungkapan Lain Ladang Lain Belalang

Dinas Koperasi di daerah minta kebijakan penyaluran dana bergulir memperhatikan karakter daerah, seperti perbedaan demografi, budaya dan potensi ekonomi.

Ungkapan melayu lama “Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya” bisa dijadikan masukan bagi Lembaga Penyaluran Dana Bergulir Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDB KUMKM) untuk penyaluran dana bergulirnya di daerah-daerah. Bahwa dana bergulir dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan koperasi dan kewirausahaan menjadi keniscayaan, tetapi perbedaan budaya, potensi ekonomi, demografi hendaknya juga menjadi dasar kebijakan.

Kepala Bidang Pemberdayaan Koperasi Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Provinsi Jawa Barat, Iya Sugiya, memberi masukan agar besaran dana bergulir yang hendak disalurkan oleh LPDB memperhatikan demografi. Jawa Barat saat ini mempunyai penduduk 48,6 juta jiwa dan provinsi terbesar di Indonesia membutuhkan dana bergulir yang cukup besar untuk mendukung perekonomian rakyat kecil lewat koperasi dan kewirausahaan.

“Di satu sisi, kami mengakui Non Performing Loan( NPL) cukup besar, artinya perlu payung yang melibatkan fungsi hukum, Pusat, Provinsi dan Kabupaten,” ujar Iya dalam sebuah rakor LPDB beberapa waktu lalu. Sebagai catatan, sejak 2008 hingga Oktober 2019, wilayah Jawa Barat menduduki peringkat ke-3 terbesar penyerap pinjaman LPDB yakni sebesar Rp960,08 miliar, di bawah Jawa Timur, dengan urutan pertama ditempati Jawa Tengah. Dari jumlah itu, Rp77,50 miliar disalurkan pada 2019.

Dari target penyaluran di 2019 sebesar Rp1,5 triliun, hingga akhir Desember 2018 jumlah koperasi di Jabar sebanyak 25.648 unit dan hampir 50% di antaranya tidak aktif, sedagkan jumlah UMKM mencapai 9,2 juta unit.

Terpisah, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Bali, I Gede Indra Dewa Putra, mengatakan bahwa harus ada sinergi antara LPDB dan Dinas Koperasi Provinsi ataupun Kabupaten. Yang perlu jadi prioritas pembiayaan di Bali adalah koperasi yang lebih membutuhkan pendaanaan. Adapun UKM tidak terlalu masalah, karena dukungan 1.300 lembaga perkreditan desa sangat membantu.

Terobosan yang perlu dilakukan LPDB ialah bagaimana proses pencairan cepat untuk koperasi-koperasi ini. Jumlah koperasi di Bali saat itu 4.958, dari jumlah itu sekitar 15 persen tidak aktif. Terkait LPDB, Provinsi Bali termasuk yang menunjukan kinerja yang mengkilat. Penyaluran dana bergulir di Provinsi Balisejak 2008 hingga Oktober 2019 mencapai Rp469,19 miliar, termasuk untuk 2019 tersalurkan Rp2 miliar

Dari penyaluran dana bergulir LPDB-KUMKM di Bali, tercatat NPL sangat rendah, yakni Rp3 miliar atau 0,20 persen dari total plafon Rp469,2 miliar. “NPL di Bali kecil mungkin karena faktor budaya. Orang Bali taat pada agama dan budaya. Orang Bali percaya pada budaya karmaphala. Kalau seseorang berbuat aib, yang menanggung bukan hanya dia, tetapi juga keturunannya,” ujar Indra.

Indra membenarkan koperasi yang selama ini mendapat pendanaan memang yang bagus dan punya kemampuan mengembalikan pinjaman tepat waktu. Yang akan diperbaiki pihaknya adalah pembenahan SDM. Untuk level manajer sekitar 85 persen sudah punya sertifikat. “Tapi untuk level di bawahnya baru 15 hingga 30 persen, ini yang akan kita tingkatkan,” ujarnya.

Pada kesempatan sama, Kepala Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Timur, Mas Purnomo Hadi, mengatakanpembiayaan dari LPDB untuk Provinsi Jawa Timur sejak 2008 hingga Oktober 2019 mencapai Rp1,45 triliun untuk 304 KUMKM. Dari jumlah tersebut, untuk tahun 2019, telah disalurkan Rp32,50 miliar

Purnomo mengusulkan, sistem penyaluran kredit harus inovatif, mengikuti perkembangan teknologi dan pasar. Di Provinsi Jawa Timur lebih banyak dibutuhkan kredit yang cepat tiga atau empat bulan bayar, seperti usaha agribisnis kakao. Kopi, dan perikanan. “Mereka memerlukan pinjaman cepat diproses dan tanpa jaminan karena akan dibayar setelah mendapatkan hasil. Hal seperti juga harus diperhatikan oleh LPDB melihat potensi UMKM atau koperasi yang harus dibantu,” ujar Purnomo.

Dewasa ini, pihaknya mengakui membutuhkan dana bergulir dari LPDB. Lebih-lebih Kredit Usaha Rakyat (yang disalurkan BRI), yang di Jatim sudah habis. KUR itu berjumlah Rp2,95 miliar yang dimanfaatkan oleh 181 debitur UMKM.

Pada 2019 ini, jumlah koperasi di Jawa Timur 34.043 unit. Dari jumlah tersebut, 9.626 unit atau 20 persen merupakan kategori koperasi kurang produktif. Dipilah lebih lanjut, jumlah koperasi yang masih eksis dan hidup serta telah melakukan Rapat Anggota Tahunan (RAT) sebanyak 54 persen. 

“Jumlah aset koperasi Jatim sampai saat ini mencapai Rp34 triliun, sedangkan omzetmya sebesar Rp47 triliun dengan Sisa Hasil Usaha (SHU) sebanyak Rp5,3 triliun dan penyerapan tenaga kerja mencapai 62.000 orang,” ujar Purnomo (Irvan).

Exit mobile version