Secara industri, fintech lending telah berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan mengurangi kesenjangan. Ke depan, tata kelolanya perlu ditingkatkan agar semakin dipercaya publik.
Kehadiran perusahaan financial technology (fintech) lending dinilai memberi dampak positif dalam banyak hal. Dari sisi perekonomian, fintech berkontribusi dalam peningkatan produk domestik bruto dan penurunan ketimpangan. Selain itu, juga dianggap menggenjot penyerapan tenaga kerja.
Dalam riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) yang bekerja sama dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) 2019, disebutukan fintech lending berkontribusi sebesar Rp60 triliun terhadap PDB. Peningkatan ini berasal dari kenaikan jasa keuangan perbankan, jasa asuransi, jasa dana pensiun, dan jasa lainnya.
Fintech Lending juga menyerap tenaga kerja sebanyak 362.132 jiwa yang antara lain terdiri dari sektor jasa keuangan perbankan sebanyak 9.791 jiwa, jasa asuransi 7.338 jiwa, jasa dana pensiun 14.620 jiwa dan sektor jasa lainnya seperti programmer, developer aplikasi dan lain-lain sebanyak 100.883 jiwa.
Perkembangan fintech lending yang semakin banyak diakses masyarakat juga berdampak terhadap turunnya ketimpangan ekonomi. Masih dalam riset INDEF-AFPI tersebut, diprediksi fintech lending berkontribusi sebesar 0,002% terhadap turunnya ketimpangan yang diukur dari indeks Gini.
Selain itu, sepak terjang fintech lending juga mendongkrak naiknya pendapatan masyarakat. Kenaikan ini dirasakan oleh seluruh lapiran pekerja mulai dari buruh sampai profesional di perdesaaan sampai perkotaan.
Ke depan, untuk mendorong peningkatan kinerja industri fintech lending diperlukan pengawasan dan kerja sama dengan sejumlah pemangku kepentingan. OJK dan otoritas terkait didesak untuk lebih ketat mengawasi peredaran fintech lending ilegal dan perlindungan data pribadi. Selain itu, integrasi dengan perbankan dinilai dapat mempercepat lari industri.
Genjot Literasi
Untuk memacu perkembangannya pada masa mendatang, fintech lending diharapkan terus melakukan sosialisasi dan edukasi. Ini penting karena masih ada sentimen negatif dari masyarakat terhadap eksistensinya. INDEF menemukan sebanyak 47% netizen masih memandang minor terhadap fintech lending. Riset ini dilakukan terhadap media sosial twitter dari 9 Oktober 2019 sampai dengan 1 November 2019. Dengan literasi finansial yang semakin baik, maka tingkat kepedulian masyarakat (public awareness) terhadap fintech lending diharapkan lebih positif. Dalam “Fintech Report 2019” yang diterbitkan DSResearch bekerja sama dengan BRI Ventura, fintech KoinWorks memiliki awareness yang paling baik.
Tingkat kepedulian masyarakat itu berkorelasi positif dengan inklusi fintech. Ini dibuktikan dengan posisi 4 besar fintech yang paling banyak diakses konsumen sesuai dengan peringkat pada tingkat awareness. Koinworks paling banyak diakses dengan porsi 29,9%. Peringkat kedua ditempati Investree dengan pangsa 22%, disusul Modalku 20,5%, dan Amartha 16,5%.
Dari riset tersebut juga terungkap faktor-faktor yang memengaruhi pelaku usaha/bisnis untuk menjadi konsumen fintech lending. Kecocokan produk dengan kebutuhan yang dihadapi konsumen menempati urutan pertama (87%). Kecocokan disini bisa terkait dengan suku bunga pinjaman, lama pembayaran (tenor), maupun nilai cicilan.
Prioritas kedua adalah produk yang dipercaya. Konsumen akan memilih produk yang sudah teruji keandalannya dibanding produk yang baru. Selain itu, faktor fungsi produk dan kecepatan waktu pencairan juga menjadi perhatian konsumen. Berikut faktor-faktor yang memengaruhi konsumen dalam memilih fintech lending.
Transparansi
Sejalan dengan peningkatan edukasi dan literasi, OJK dalam beberapa kesempatan menyampaikan pentingnya fintech lending untuk melakukan transparansi ke publik. Salah satunya adalah pencantuman tingkat keberhasilan pembayaran 90 hari (TKB90) di website masing-masing perusahaan fintech lending. Sampai Oktober 2019, TKB90 secara industri mencapai 97,16%, turun dibanding Desember 2018 sebesar 98,55%.
Untuk informasi, TKB90 merupakan ukuran tingkat keberhasilan penyelenggara fintech lending dalam memfasilitasi penyelesaian kewajiban pinjam meminjam dalam jangka waktu hingga 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.
TKB90 hari dihitung dari 100% dikurangi nilai TKW90. Adapun TKW90 atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan non performing loan (npl) atau gagal bayar adalah ukuran tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.
Dari pengertian tersebut diatas, artinya semakin tinggi TKB90 sebuah perusahaan fintech maka kredibilitas dan akuntabilitas perusahaan tersebut semakin baik. Ini juga bisa menjadi acuan konsumen dalam mengakses layanan fintech lending.
Dengan masih tingginya gap pembiayaan antara pelaku usaha dengan lembaga jasa keuangan, maka prospek fintech lending diprediksi tetap terbuka. Peningkatan tata kelola industri seperti pencantuman TKB90 secara valid akan berdampak positif bagi konsumen dan perusahaan fintech sendiri. Selain itu, pengawasan yang lebih ketat dari OJK terhadap fintech lending ilegal juga dapat memperbaiki citra fintech di mata publik. (Kur).