PALEMBANG—–Kenaikan biaya kargo pesawat sejak awal 2109 berdampak menurunnya omzet UMKM pempek hingga 30 persen. Untuk itu para pengusaha empek-empek meminta aturan pajak dipertimbangkan agar tekanan bisa berkurang.
Ketua Asosiasi Pengusaha Pempek Kota Palembang, Yenny Cek Molek mengatakan tingginya tarif ekspedisi masih ditambah beban bajak untuk oleh-oleh.
“Berdasarkan data ekspedisi yang pihaknya terima, saat ini pengiriman pempek ke luar kota rata-rata dua ton per hari. Padahal tahun sebelumnya dapat mencapai tiga hingga empat ton per hari,” ungkap Yenny seperti dirilis Antara di Palembang, Rabu (24/7/19).
Padahal pajak pempek yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) nomor 84 tahun 2018 sudah cukup berat, Dalam regulasi itu disebutkan usaha pempek dengan omzet Rp3 juta per bulan dikenakan pajak pembeli sebesar 10 persen.
“Pajak 10 persen sebenarnya sudah lama diterapkan karena itu pajak restoran yang memang besar. Hanya saja jika UMKM beromzet Rp3 juta juga dikenakan pajak pembeli, maka akan banyak sekali UMKM yang teriak,” kata dia sengit.
Padahal, kata dia, produksi pempek tengah bergejolak dua tahun terakhir dengan adanya momentum Asian Games 2018 serta didukung imbauan Gubernur Sumsel yang mengharuskan pempek sebagai sajian utama di semua instansi pemerintahan.
Dengan demikian lanjut Yenny, pajak tersebut dirasa tidak beriringan dengan semangat mengembangkan pempek, apalagi pempek baru saja mendapatkan predikat kuliner untuk kota kreatif dari Bekraf RI.
Asosiasi kata Yenny lagi mendukung program pajak pemerintah. Hanya saja para penjual pempek ingin klasifikasi yang dikenakan pajak itu jelas dan terukur dengan omzet per bulan.
“Sudah banyak keluhan yang kami terima terkait penurunan omzet imbas informasi pajak pempek itu,” tutup Yenny.