hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

“CORPORACIÓN DE OCCIDENTE Kisah Perlawanan Buruh Pabrik Ban

Kisah perjuangan kaum buruh yang ditindas oleh majikan di perusahaan besar, agaknya sudah jadi klasik di berbagai belahan dunia, Tetapi kisah perlawanan buruh di sebuah pabrik ban di Meksiko tidak hanya menghasilkan kemenangan, mereka bahkan mampu mengambil alih pabrik ban yang kini bernama Corporación de Occidente (Coocsa), atau Western Corp.

TIDAK hanya mengambil alih roda perusahaan, para buruh yang kemudian membentuk badan usaha koperasi, membuktikan bahwa mereka juga mampu menjalankan roda usaha. Corporación de Occidente yang mulai beroperasi pada 2005 sanggup bersaing dengan produsen ban dunia. Bahkan, hasil produksi mereka menembus pasar ban Amerika Latin dan Amerika Serikat. Perusahaan juga mampu membayar upah buruhnya lebih baik dibanding perusahaan sejenis di Meksiko. Coocsa menjadi perusahaan koperasi terkemuka di Mexico yang bernaung di bawah Koperasi Buruh Demokratik Barat (TRADOC—singkatan dari versi bahasa Spanyol: Trabajadores Democráticos de Occidente).

Coocsa pada awalnya adalah sebuah pabrik bernama Euskadi di Jalisco yang berdiri pada 1935. Pabrik ini memproduksi sepatu yang kemudian juga sukses dalam industri ban. Sebagai perusahaan yang memberikan hak demokratik kepada karyawannya, Euskadi mengijinkan adanya serikat buruh, bernama Serikat Buruh Revolusioner Nasional Euskadi (SNRTE). Berbeda dengan kebanyakan serikat buruh di Meksiko, yang sudah dikooptasi penguasa, SNRTE sangat independen dan militan, sehingga dijuluki serikat buruh ”merah”.

Pada tahun 1971, di bawah pemilikan modal Spanyol-Amerika, Euskadi membangun pabrik ban baru. Konon, inilah pabrik ban paling modern dan terbesar di Amerika Latin di masa itu.

Carlos Slim, taipan besar Meksiko, mengambilalih pabrik ini dari pemilik lamanya. Tahun 1998, setelah gelombang merger dan akuisisi modal kecil oleh modal besar, Euskadi akhirnya dijual ke raksasa produsen ban asal Jerman, Continental Tire.

Di bawah Continental Tire, bencana buruh mulai merebak. Semua bermula dari nafsu untuk memaksimalkan keuntungan dengan mengabaikan hak buruh. Perusahaan ban Jerman tersebut memaksakan perpanjangan jam kerja, pengurangan upah, dan mengurangi hak-hak yang selama ini dinikmati kaum buruh. Kontrak baru pun dibuat dengan serikat buruh.

Kebijakan pasar bebas—di Amerika Latin di sebut NAFTA (Perdagangan Bebas Amerika Utara), yang turut ditandangani pemerintah Meksiko, mempersulit industri ban domestik. Banyak pabrik ban yang terpaksa tutup karena kalah bersaing dari ban impor.

Itu terjadi tahun 2001. José Neto Carvalho, yang ditunjuk sebagai manajer baru perusahaan, memaksakan 7 hari kerja seminggu dengan jam kerja diperpanjang menjadi 12 jam sehari.

Serikat buruh menolak kontrak baru itu. Mereka tidak percaya pabrik mereka kurang produktif. Mereka juga tahu, upah mereka masih lebih rendah dibanding buruh Continental lainnya di Jerman dan AS.

Tiba-tiba, pada Desember 2001, muncul pengumuman di pintu gerbang pabrik: Ditutup. Para buruh lekas memanggil pimpinan serikat. Mereka membuat piket untuk mencegah manajemen mengambil mesin-mesin pabrik. Dua hari kemudian, serikat buruh menggelar Rapat Umum dengan menghadirkn 950 buruh.

Pihak manajemen mendesak buruh menerima pesangon dan pulang ke rumah. Di sisi lain, pihak manajemen berupaya merekrut kelompok buruh lain dengan upah lebih rendah.

Niat busuk manajemen itu terendus oleh buruh. Bagi buruh, penutupan pabrik hanyalah strategi pengusaha untuk menyingkirkan serikat, yang memang dikenal getol memperjuangkan buruh dan sangat sulit dikooptasi oleh pengusaha maupun pemerintah.

 

EMPAT TAHUN PERLAWANAN

Banyak pabrik yang mengalami penutupan di Meksiko, tetapi buruhnya tidak melawan. Di dua pabrik ban lainnya, Good Year Oxo dan Uniroyal-Michelin, para buruhnya pasrah menerima pesangon.

“Di dua pabrik tersebut, buruhnya tidak terorganisir. Mereka mengambil uang dan kalah,” kata Jesus Torres, yang saat itu menjabat ketua Serikat Buruh Euskadi di Continental Tire. Buruh di pabrik Continental, yang teroganisir dalam SNRTE tidak mau kalah. “Kami memutuskan mengambil jalan berbeda dan melawan perusahaan multinasional dan pemerintah nasional yang mendukung perusahaan multinasional,” kata Torres.

Sebulan berselang, 4.000 buruh resmi melancarkan pemogokan dan menggelar aksi turun ke jalan, didukung oleh keluarga dan aktivis yang ikut bersolidaritas. Mereka memasang spanduk merah dan hitam di pintu pabrik, yang di dalam UU Meksiko, berfungsi sebagai penanda pemogokan resmi.

Sehari sebelumnya, pihak perusahaan mendatangkan ratusan Trailer untuk mengangkut perlengkapan pabrik dan membawa keluar 70.000 ban yang masih teronggok di dalam pabrik. Beruntung, upaya tersebut berhasil digagalkan oleh 200-an buruh yang memblokade pintu keluar pabrik.

Dalam aksinya itu, SNRTE mereka mendapat dukungan dari para buruh di pabrik lain, organisasi dan petani. Alhasil, beberapa minggu kemudian, buruh mengorganisir aksi reli dengan 11 bus dan sejumlah kendaraan pribadi menuju kota Meksiko City. Jaraknya mencapai 500 mil. Mereka melalui 7 negara bagian, seperti San Luis de Potosi, Silao-Guanajuato, Puebla, Hidalgo, Aguascalientes, dan San Salvador de Atenco. Di semua kota itu para buruh melakukan radikalisasi untuk menguatkan tuntutan mereka sebelum mencapai Ibukota.

Para buruh juga mengorganisir pertemuan dengan buruh dari GM, Nissan, General Tire, dan Volkswagen. Namun, yang paling sukses adalah pertemuan dengan petani di San Salvador Atenco, yang juga sedang berjuang menolak pembangunan bandara.

Para buruh juga menemui Presiden Meksiko saat itu, Vicente Fox, seorang sayap kanan dan berasal dari latar-belakang pengusaha. Kepada buruh, Fox hanya menjanjikan penyelesaian pesangon bila pabrik benar-benar ditutup. Buruh tidak puas.

Selama di Ibukota, buruh menggelar rapat akbar di Zócalo, alun-alun terbesar di Meksiko, dengan melibatkan puluhan ribu massa yang mendukung perjuangan buruh.

Tak hanya itu, perwakilan buruh juga mengunjungi sejumlah negara Eropa, seperti Jerman, Italia, Spanyol, dan Perancis, untuk mendapatkan dukungan dari serikat buruh di sana.

 

MELAWAN SUAP, TETAP KOMPAK

Dalam proses perjuangan itu, upaya suap terhadap pimpinan Serikat datang bertalu-talu. “Mereka mencoba menawari saya satu juta dolar USA, supaya menyerah. Tapi saya tolak,” kata Torres mengenang perjuangannya. Berkat keteguhan dan sikap tidak gampang disuap itu, kekompakan dan solidaritas di antara buruh tetap kokoh dan terjaga. Hal itu yang membuat mereka mendapat kepercayaan dari banyak kelompok dan aktivis di luar mereka.

Satu hal yang penting: dukungan keluarga. Bayangkan, empat tahun mogok, berarti tidak bekerja. Dalam situasi seperti itu, istri dan anak-anak dari para buruh telah mengambil peran penting. Merekalah yang berjuang untuk tetap menghidupi keluarga.

“Kami bertahan dalam kondisi ekonomi yang buruk, tapi kami terus melakukannya karena didorong oleh kewajiban membela martabat kami sebagai buruh,” ujar Torres.

Setelah melalui perjuangan panjang dan melelahkan, akhirnya pada tahun 2005 buruh Euskadi merebut kemenangan. Tak hanya mendapat uang kompensasi atas pemogokan panjang mereka, para buruh juga berhasil mengambil-alih kepemilikan pabrik.

Pada 18 Februari 2005, perusahaan itu berganti nama menjadi “Corporación de Occidente”. Di bawah kontrol buruh, perusahaan itu berjalan baik dan sanggup bersaing dengan perusahaan ban lain di Amerika latin.

Begitu para buruh kembali ke pabrik, kondisinya sudah memprihantinkan. Sarang laba-laba di mana-mana. “Itu sudah seperti bangkai ketika kami kembali masuk,” kata Torres.

Butuh lima bulan bagi buruh untuk membersihkan pabrik, memperbaiki mesin, dan membangun kembali pabrik.

Empat tahun pertama, kondisi perusahaan dianggap “merah”. Produksi awal di jual murah, dengan merugi ke Walmart.

Para pemimpin serikat sadar, mereka harus mendapatkan bahan baku dengan yang pas. Dan itu hanya dimungkinkan bagi perusahaan besar. Selain itu, supaya lebih baik, perusahaan harus menjual ban hingga ke AS. Pendek kata, mereka butuh mitra internasional.

Akhirnya, pada tahun 2008, Cooper Tire, yang berbasis di Ohio, AS, menyuntikkan modal baru ke perusahaan. Sebagai imbalannya: Cooper Tire mendapat 52% saham perusahaan. Sedangkan 41% tetap di tangan koperasi buruh (Tradoc). Di dewan Administratif, Cooper memiliki empat wakil, sedangkan Tradoc punya tiga. Namun, aturannya: setiap keputusan harus disetujui 75% anggota dan 100% untuk keputusan yang sifatnya strategis.

“Kami tahu memproduksi ban, tetapi kami tidak tahu bagaimana menjualnya,” kata Torres. Itulah mengapa mereka membutuhkan mitra kapitalis, dalam hal ini, Cooper Tire.

Corporación de Occidente membeli bahan baku dari Cooper. Sebaliknya, Cooper membeli 95% hasil produksi Corporación de Occidente untuk dijual di AS.

Kendati bekerja sama dengan perusahaan yang anti buruh, namun Tradoc punya posisi tawar yang kuat, sehingga Cooper tidak bisa berlaku sewenang-wenang terhadap buruh Coosac.

“Kami punya sejarah yang tidak bisa kami sangkal,” kata Torres kepada manajemen Cooper. “Kelas kami adalah kelas buruh. Kami adalah koperasi. Kami memiliki pabrik, anda menjual ban.”

Tradoc  sendiri menggelar Rapat Umum dua kali setahun. Namun, Rapat Umum itu punya hak veto terhadap hal-hal strategis, seperti menjual aset-aset, membuat investasi dan membeli mesin. Setiap usulan berasal dari bawah, bukan pimpinan, lalu diperdebatkan.

Tradoc punya dewan pengawas internal untuk mengawasi keuangan mereka. Anggota atau buruh hanya boleh dipecat berdasarkan kesepakatan Tradoc, dan itupun hanya dilakukan jika terjadi pelanggaran ekstrem.

Tradoc  punya dana solidaritas, yang dikumpulkan dari setiap buruh setiap minggu. Mereka menerbitkan koran dwi-mingguan, Workers’ Gazette, yang memberitakan soal-soal perburuhan dan solidaritas dengan perjuangan rakyat yang lain.

Tentu saja, para buruh Tradoc akan menghadapi banyak rintangan. Terlebih mereka berada di bawah pemerintahan nasional yang sangat kanan dan pro-neoliberalisme. Namun, berkat militansi dan solidaritas, sebagaian dari rintangan itu berhasil dilalui.

 

Raymond Samuel

pasang iklan di sini