octa vaganza

Concern Kami Pada Pembiayaan Syariah

SEJAK diangkat menjadi Direktur Pembiayaan Syariah Lembaga Pengelola Dana Bergulir-Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah (LPDB-KUMKM) Jaenal Aripin menegaskan tekadnya, bahwa Badan Layanan Umum ini bakal jadi salah satu institusi yang gigih memberdayakan ekonomi syariah di Tanah Air. Caranya dengan menjalin patner strategis dengan lembaga keuanga syariah terutama koperasi yang belakangan mulai tumbuh subur. Seperti apa kerjanya? Kamis 31 Mei lalu, Majalah PELUANG mewawancarai doktor ekonomi syariah jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2008 yang aktif di beberapa organisasi ini. Berikut petikannya.

Sejak tahun lalu LPDB membentuk Direktorat Pembiayaan Syariah, bagaimana kerjanya? 

Sebelumnya saya jelaskan lebih dulu bahwa LPDB sudah melaksanakan pembiayaan dengan pola syariah atau mitra sejak tahun 2008 hingga Agustus 2017 yang dikelola secara konvensional oleh Direktorat Bisnis LPDB. Volume penyalurannya sudah mencapai Rp1,8 triliun atau setara 19,37 persen dari total portofolio penyaluran LPDB yang sampai sekarang sebesar Rp8,5 triliun.

Volume penyaluran pembiayaan syariah tersebut setiap hari semakin besar. Keinginan dan kebutuhan KUMKM juga makin meningkat untuk memperoleh pinjaman dengan sistem syariah. Maka sejak Agustus 2017 dibentuk Direktorat Pembiayaan Syariah. Pembentukan direktorat tersebut, sesungguhnya inisiasi dan persiapan dokumen sudah disiapkan selama enam bulan sebelumnya. Karena pendirian direktorat baru itu tidak mudah begitu saja dibentuk, tapi harus mendapatkan persetujuan lebih dulu dari Kementerian PAN RB, Kementerian Koperasi dan UKM, serta Kementerian Keuangan.

Targetnya?

Strategi pertama, di tahun 2018 kita menargetkan penyaluran melalui pola syariah sebesar Rp450 miliar atau setara dengan 39,7 persen dari portofolio penyaluran tahun ini juga yang sebesar Rp1,2 triliun. Dengan dana Rp450 miliar itu, kita diharapkan sedikit banyak dapat berkontribusi bagi pengembangan KUMKM pola syariah. Memang dari sisi target itu tidak terlalu besar. Tapi dari sisi volume, apalagi Direktorat Pembiayaan Syariah baru berdiri enam bulan, mungkin dana sebesar itu sudah cukup besar.

Untuk mencapai target tersebut, pertama kami gunakan strategi penyaluran ke sekunder koperasi syariah. Ini menjadi strategi pertama dan utama, karena di tingkat koperasi simpan pinjam pola syariah (KSPPS) umumnya mereka tergabung dan terafiliasi dengan sekundernya (induk koperasinya) yang intensitas pembinaan dan asistensi yang dilakukan oleh sekunder terhadap primernya cukup bagus.

Strategi kedua, karena kami dibatasi oleh peraturan menteri keuangan dalam konteks skim pembiyaan dan sekarang yang sudah ada izinnya itu baru melalui PMK Nomor 75 Tahun 2011, dan di situ belum ada penyaluran langsung kepada KUMKM, maka untuk memberikan akses permodalan KUMKM dengan pola syariah, kami akan salurkan ke Lembaga Keuangan Bank (LKB) dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB).

Bagaimana jika ada pengembaliannya kurang lancar?

Risiko pembiayaan menjadi tanggung jawab LKB dan LKBB, jika ada Koperasi dan UMKM yang tidak bisa mengembalikan pinjamannya. Dengan strategi itu, Insya Allah kendala bisa kami kurangi sedikit demi sedikit dan dapat diatasi dengan strategi yang kami laksanakan seperti itu.

Dibandingkan dengan Koperasi Simpan Pinjam yang “konvensional”, mereka itu kekurangannya tidak memiliki sekunder yang bagus. Seperti halnya di koperasi syariah yang ke mana pun mereka berada pasti menginduk kepada induk koperasi syariah, seperti ada Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah), Inkosina, dan lainnya yang hampir di seluruh kabupaten kota dan provinsi mempunyai pusat koperasi syariah.

Skim pembiayaannya?

Skim pembiayaan kita adalah akad yang diberikan oleh LPDB  kepada mitranya yakni bernama mudharabah (bagi hasil) sebesar 30:70. Keuntungan untuk LPDB sebesar 30 persen, dan untuk mitra 70 persen. Mitra kepada KUMKM atau kepada koperasi primernya atau kepada anggotanya atau end user-nya dengan pola akad mudharabah dengan marjin keuntungan maksimal 24 persen dari mitra kita kepada end user. Nah, LPDB mendapat uang dari bagi hasil sebesar 30:70 dari mudharabah yang marjin 24 persen itu.

Jadi kalau dia “melempar”  ke end user dengan mudharabah maksimal 24 persen, berarti LPDB dapat 30 persen dari 24 persen. Si mitra memperoleh keuntungan 70 persen dari 24 persen. Makin tinggi “pelemparan” mereka, makin besar pula LPDB memperoleh keuntungan. Kalau dilempar hanya sebesar 20 persen ke end user-nya atau ke anggotanya, maka LPDB memperoleh 30 persen dan 20 persen. Jadi sekitar 6 persen/tahun atau tiga persen/bulannya. Kalau di peraturan menteri keuangan maksimal saja 24 persen. Kalau minimal tidak dibatasi. Jadi batas atasnya yang dikunci, batas bawahnya tidak, silakan saja.

Persaingan dengan perbankan syariah?

Perbankan syariah bukan  pesaing. Karena LPDB jauh lebih murah. Saya sudah cek dengan bank syariah lain dengan pola mudharabah untuk multiguna marjinnya rata-rata 12-13 persen/tahun flat. Kita kan sebesar 6 persen. Jadi banyak yang akses pembiayaan ke LPDB.

Dengan sistem yang dilakukan Direktorat Pembiayaan Syariah LPDB ini tidak ada yang protes. Karena kehadiran LPDB kan keinginan pemerintah untuk memberdayakan KUMKM.

Kalau hambatan?

Dari sisi software dan hardware karena kita direktorat baru, wajar masih mengalami keterbatasan dalam operasionalnya. Insya Allah keterbatasan ini bukan menjadi penghalang untuk mensukseskan penyaluran dana dengan pola pembiayaan syariah.

Kita juga sekarang sedang membuat tools untuk pembiayaan berkaitan dengan menganalisis tingkat akurasi dalam konteks pemberian pembiayaan. Jadi nantinya kita tidak bekerja secara manual, tapi secara IT. Sehingga hasilnya jauh lebih baik.  (Isz)

Exit mobile version