
PeluangNews, Jakarta – Setelah pada pekan sebelumnya sempat mengalami beberapa kali pemecahan rekor, Indeks Harga Saham Gabungan pada akhir pekan ini ditutup melemah. Pada penutupan transaksi perdagangan di Bursa Efek Indonesia di Jumat, 14 November 2025, IHSG turun tipis sebesar 1,56 poin ke level 8.370,43 atau melemah 0,02%.
Laporan Mirae Asset Sekuritas mengungkapkan Pelemahan Rupiah masih menjadi salah satu penahan terbesar sulitnya IHSG ditutup di atas 8.400.
Sehari sebelumnya, IHSG juga ditutup melemah 0,2% menjadi 8.372,0.
Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Arya Wisnubroto mengatakan aktivitas investor asing di pasar reguler kemarin tidak terlalu besar, hanya tercatat net sell ISD77miliar. Pada saat yang bersamaan Rupiah kembali melemah dan kemarin terdepresiasi menjadi 16.727 per USD.
“Namun demikian menurut kami masih terdapat peluang Rupiah akan menguat ke depan karena arah USD kemungkinan akan melemah setelah AS mengakhiri government shutdown terlama sepanjang Sejarah,” ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima Peluang, akhir pekan ini.
Government shutdown di AS selama 43 hari tersebut telah menyebabkan berbagai layanan publik seperti bantuan makanan kepada masyarakat miskin, layanan lalu lintas udara, dan terhentinya pembayaran kepada 1 juta lebih pekerja.
Menurut analisis Mirae Asset Sekuritas, pasar akan menunggu rilis dari data ekonomi yang sempat terhenti akibat government shutdown. Berbagai data tersebut akan menjadi acuan arah suku bunga karena menjadi dasar penentuan kebijakan moneter.
Saat ini kemungkinan akan penurunan FFR pada tanggal 10 Desember 2025 masih terbuka. Probabilitas untuk penurunan FFR pada tanggal 28 Januari masih rendah, di bawah 30%, namun hal ini dapat berbalik apabila data ekonomi AS menunjukkan perkembangan yang terus memburuk.
Sementara itu, Bank Indonesia mengungkapkan Rupiah pada Jumat (14/11) dibuka pada level (bid) Rp16.690 per dolar AS. Sedangkan Yield SBN 10 tahun stabil di 6,12%.
“Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia,” kutip siaran pers BI tersebut.






