hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

CANDU

IA MENGAKU melakukan dua kesalahan besar ketika berkuasa. Yang pertama menjarah harta milik rakyat pada saat Long March 9.000 km di tahun 1934. Kesalahan kedua, menanam opium (candu) pada 1942.

Pengakuan bersalah agaknya tidak sama dengan pengakuan berbuat dosa. Setidaknya itu yang terpatri dibenak pemimpin besar bernama Mao Tse Tung. Tidak jelas apakah tindakan anarki dan penghilangan puluhan juta jiwa kaum petani Cina, termasuk kesalahan besar atau dosa besar.

Tetapi Mao memang tak hendak mengupas soal dosa. Ia hanya ingin berkata jujur pada dua kesalahan besar yang mungkin dianggapnya sangat krusial bagi catatan sejarah Cina mendatang.

Untuk kesalahan pertama, Ia berkilah hal itu dilakukan hanya untuk mempertahankan hidup di tengah long march sepanjang

9.000 km yang melelahkan urat syaraf itu. Sedangkan dosa kedua, yaitu penanaman candu yang dimulai pada tahun 1942 dimaksudkan untuk mendanai  kekuasaan politiknya.

Alhasil di tahun 1944, seperti ditulis Jung Chang dan Jon Halliday dalam Mao: The Unknown Story,  partai komunis Cina mendulang untung sangat besar dari penjualan candu. Ladang candu Mao seluas 30.000 hektare di daerah Yenan mengantongi dana 2,4 miliar fabi, mata uang yang berlaku waktu itu   atau setara US$ 640 juta saat itu.

Ini memang kisah yang tak terungkap. Sebab, sejarah selama ini lebih mengenal Mao, sebagai diktator berdarah dingin yang bertanggung jawab atas hilangnya  nyawa 70 juta petani di Cina.

Tetapi kita percaya Jung tentu tidak asal mengarang. Untuk merampungkan biografi orang besar itu, Ia bersama suaminya, Halliday, menghabiskan waktu 11 tahun. Menyusuri pedalaman Cina, mewawancarai sejumlah tokoh yang sulit diajak bicara tentang masa lalu bersama Mao.

Yang jadi soal mengapa Mao menanam candu? Ia bahkan menyebut tindakan di tahun 1942 itu sebagai perang candu yang revolusioner. Perang yang justru merupakan lembaran hitam dalam sejarah bangsanya. Seratus tahun ke belakang, tepatnya Senin 29 Agustus 1842 Cina menderita  kekalahan atas Inggris dalam Perang Candu.

“ Aku lebih baik mati dari pada melihat Inggris meracuni kaum muda Cina dengan candu,” tegas Lin Tse Hsu di tahun 1839 ketika perang itu dimulai. Lin adalah  pegawai  negeri yang jujur, yang membakar ratusan ton candu milik para pedagang Inggris. Perang pun berkecamuk.

Naasnya, Lin tak cukup taktis untuk mengalahkan para imperialis Barat yang kenyang menjajah berbagai negara itu. Cina ditaklukan dan Hong Kong menjadi milik Inggris.

Bisnis candu memang sangat menjanjikan. Para bandar narkoba lebih tergiur pada miliaran dolar yang mengalir ke kantong mereka ketimbang peduli pada nasib jutaan jiwa para konsumen zat psikotropika dan adiktif itu.

Berapa juta sudah, generasi muda yang mati konyol karena mengonsumsi obat-obatan terlarang itu? Tak ada data yang jelas. Seolah ada yang tabu untuk diungkap. Karena opium, kokain, mariyuana dan berbagai jenis obat-obatan terlarang lainnya telah menjadi komoditi perdagangan gelap dunia.

Jumlah pemakaian narkotika di tingkat global tercatat mencapai  234 juta jiwa dan 200.000 di antaranya mati setiap tahun. Itupun mengacu pada data usang International World Drug Report 2013 yang dirilis oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) PBB. Di Indonesia, jumlah pemakai narkoba sudah mendekati 6 juta orang. Negeri ini memang menjadi pasar terbesar Asia bagi peredaran narkoba dengan korban yang tidak saja orang dewasa tapi juga anak-anak. Ini adalah bisnis paling seksi dengan jumlah uang beredar mencapai Rp72 triliun.

Berapa juta orang yang tewas? Tak ada data resmi. Kita hanya disodorkan pada sisi humanisme-ekonomis negara-negara produsen komoditi haram itu. Hampir 95% petani di Bolivia menggantungkan hidupnya pada tanaman Koka.  Salah satu petani itu adalah Evo Morales yang menjadi Presiden Bolivia pada Desember 2006.

Afghanistan, negeri kaum Mullah itu, tercatat sebagai negara terbesar pemasok opium ke pasar dunia. Berapa banyak jiwa orang muda yang melayang karena sakaw? Tak ada jawab.  (Irsyad Muchtar)

pasang iklan di sini
octa forex broker