hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Buruh Tolak Tapera karena Tidak Ada Kepastian Dapat Rumah

buruh Tolak Tapera karena tidak ada kepastian dapat rumah
Buruh tolak Tapera karena tidak ada kepastian dapat rumah/dok:peluangnews.id

Peluang News, Jakarta – Massa buruh/pekerja melakuan unjuk rasa atau protes di kawasan patung kuda, Jakarta Pusat. Salah satu tuntutanya yakni mendesak pemerintah mencabut peraturan tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan pihaknya akan melakukan aksi lanjutan lebih besar, jika pemerintah masih menjalankan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 dan memaksakan pemotongan gaji pekerja/buruh untuk Tapera.

“Maka aksi akan dilanjutkan meluas ke seluruh Indonesia. Perwakilan kami ada di 38 provinsi lebih dari 300 kabupaten kota. Kami meminta di depan istana agar bapak Presiden Jokowi mencabut PP tersebut,” ujar Said Iqbal kepada wartawan, di kawasan patung kuda, Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024).

Aksi yang diikuti massa buruh/pekerja informal ini, jelas Said, merupakan baru awalan yang dihadiri dari perwakilan buruh dari Jabodetabek dan juga Jawa Barat. Ia mengklaim, aksi buruh/pekerja yang hadir kali ini mencapai 1000 orang.

Lebih lanjut, ia mengatakan adapun alasan kalangan buruh tolak Tapera, yakni karena dalam PP tentang Tapera tidak ada kepastian terhadap peserta Tapera bisa mendapatkan rumah.

Menurutnya, pemerintah tidak bisa menjelaskan iuran ini nantinya akan digunakan untuk apa. Ia juga menegaskan, tidak ada jaminan uang iuran peserta Tapera ini tidak dikorupsi.

“Memang niatnya gak mau ngasih rumah kok, hanya mau motong uang masyarakat, kami menolak terhadap program Tapera cabut PP Nomor 21 Tahun 2024,” ujar Said Iqbal.

Dalam aksinya, selain menolak peraturan pemerintah tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) juga menuntut agar Permendikbud tentang Uang Kuliah Tunggal (UKT) dicabut.

“Tuntutan aksi selain meminta dicabutnya PP tentang Tapera juga disampaikan yaitu meminta Permendikbud tentang UKT agar juga dicabut karena itu biaya kuliah jadi mahal,” ujar Said di lokasi.

Selain itu, Said mengatakan, pihaknya meminta agar PP terkait Kamar Rawat Inap Standar (KRIS) dari BPJS kesehatan dicabut.

“Tentunya kami juga meminta Omnibus Law Cipta Kerja dicabut khususnya terkait dengan kluster ketenagakerjaan dan perlindungan petani. Lingkungan hidup juga terkait didalamnya,” ucap Said dengan tegas. (Aji)

pasang iklan di sini