
PeluangNews, Jakarta – Para buruh yang tergabung dalam KSPI-Partai Buruh mendesak pemerintah menetapkan kenaikan upah minimum provinsi minimal 7,77% pada 2026.
Menurut Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, kenaikan upah buruh harus 7,77% agar dapat memicu peningkatan daya beli dan menaikkan perputaran ekonomi nasional.
“Kalau upah buruh naik, daya beli naik. Kalau daya beli naik, barang-barang yang diproduksi oleh pabrik-pabrik itu dibeli, konsumsi naik,” jelas Said dalam konferensi pers Konsolidasi Aksi KSPI-Partai Buruh di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (30/10/2025).
Dia mengutarakan bahwa angka 7,77% merupakan hasil perhitungan rasional dan sesuai dengan formula yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK), yaitu menggabungkan data inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
“Inflasi itu datanya di 2,65%, sementara pertumbuhan ekonomi yang sudah terbukti itu 5,12%. Tinggal dijumlahkan saja, 7,77%,” kata dia.
Said mengatakan nilai tersebut juga merupakan hasil penyesuaian atau titik temu antara permintaan buruh yang awalnya 10,5% dan kesanggupan pemerintah di angka 6,5%.
“Permintaan awal kita itu kan 10,5%, kalau dari Presiden Prabowo itu 6,5%. Maka, setelah dihitung kembali, titik tengahnya di 7,77% yang rasional,” ujar dia.
Said menegaskan, walaupun ada perhitungan rasional, serikat buruh tetap mendorong kenaikan di angka ideal yaitu 8,5%.
“Setidaknya, dengan hitungan kenaikan buruh, itu bisa naik sekitar Rp400.000 untuk buruh, cukup ideal bagi kami,” ucap dia.
Bukan hanya itu, pemerintah juga diharapkan dapat menerapkan kebijakan kenaikan upah minimum yang tunggal dan merata di seluruh daerah.
“Semoga ya kenaikan upah minimum ini tunggal, jadi sama rata semua. Sehingga di daerah yang kecil, bisa ikut terangkat dan mengurangi disparitas (kesenjangan) upah antar daerah,” kata Said.
Dia meyakini bahwa perusahaan sejatinya mampu memberikan upah dengan nilai tinggi kepada buruhnya.
Sebagai contoh, maraknya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) di Jawa Tengah, yang merupakan daerah dengan nilai UMR terendah di Indonesia.
“Pengusaha itu sanggup, masalahnya bukan di upah. Jawa Tengah itu se-Indonesia UMR-nya terendah, tapi tetap paling banyak PHK,” ungkap Said.
Maraknya kasus PHK itu diduga bukan disebabkan oleh nominal upah, melainkan daya beli yang rendah. Peningkatan daya beli ini, kata Said, sangat krusial karena 54% penyumbang pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah konsumsi.
“Kita itu penyumbang ekonomi terbesar, dari industri dan konsumsi. Kalau konsumsi naik pertumbuhan ekonomi 8% yang diinginkan Presiden itu bisa dikejar,” kata dia, menegaskan.
Said mengatakan tuntutan kenaikan upah ini menjadi agenda utama dalam serangkaian lobi dan aksi buruh hingga akhir Desember 2025 mendatang.
Upaya lobi dilakukan kepada Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, dan Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, untuk memastikan usulan buruh didengar dan disampaikan ke Presiden Prabowo Subianto.
“Kalau lobi masih mentok, aksi demo di daerah dan pusat akan jadi alternatifnya. Saya tegaskan lagi, bahkan mogok nasional itu menjadi opsi kalau tuntutan kami tidak dipenuhi,” ujar dia, menegaskan.
Partai Buruh berharap, pemerintah dapat menetapkan angka kenaikan upah minimum yang adil dan berpihak pada peningkatan daya beli buruh, sejalan dengan iklim usaha dan pertumbuhan ekonomi nasional. []







