
Peluang News, Jakarta – Perum Bulog selain mendorong hilirisasi pangan melalui program Rumah Pangan Kita (RPK), juga mendorong melalui program Mitra Tani.
“Jadi program mitra tani adalah Bulog bekerjasama dengan para pekani masuk ke on-farm, masuk ke budidaya tanaman pangan, saat ini masih on-farm atau mitra tani untuk padi. Tapi ke depan tidak menutup kemungkinan mitra tani jagung dan mitra tani yang lainnya,” ungkap Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi kepada wartawan di Kantor Perum Bulog, belum lama ini.
Progam mitra tani, sambung Bayu, setidaknya memiliki lima model diantaranya adalah mitra tani mandiri pendampingan, mitra tani mandiri bagi hasil, mitra tani kemitraan sewa lahan, kemitraan sinergis, dan kemitraan makmur BUMN.
“Yang membedakan adalah pengaturannya, pengaturan di dalam kemitraan itu. Bulog membuka berbagai kemungkinan, karena ternyata di lapangan preferensi dari petani itu berbeda-beda,” imbuhnya.
Untuk mitra tani pendampingan misalnya, Bayu menyebut bahwa lahan yang digunakan dalam program tersebut adalah lahan milik petani. Begitu pula dengan subprodi nya sendiri disediakan oleh petani hingga tenaga kerja yang memang berasal dari petani itu sendiri.
“Tapi pendampingannya yang disediakan oleh Bulog. Kemudian nanti pada waktu produknya sudah selesai dan akan dijual, Bulog menjadi standby buyer. Arti standby buyer adalah kalau memang harganya cocok, baik Bulog dengan pembelian PSO atau komersial, kalau cocok mereka bisa jual ke Bulog. Tapi kalau mereka menganggap bahwa mereka lebih untung menjual keluar, ya silakan,” tutur Bayu.
Sedangkan untuk program mitra tani mandiri bagi hasil, Bayu mengatakan bahwa lahan yang digunakan adalah sepenuhnya lahan milik petani serta tenaga kerjanya adalah petani itu sendiri. Peran Bulog dalam program ini hanya menyediakan subprodi dan melakukan pendampingan kepada para petani serta menyerap penjualan produksi dari program tersebut.
Di sisi lain, untuk program mitra tani kemitraan sewa lahan, Bayu menyatakan bahwa lahan milik petani nantinya akan disewa oleh Bulog dan Bulog juga yang akan menyiapkan subprodi untuk progam mitra tani ini.
“Petaninya bekerja di lahannya sendiri dan dibayar, mendapatkan upah. Kemudian pendampingannya dilakukan oleh Bulog, dan penjualannya itu semua ke Bulog,” bebernya.
Untuk program mitra tani kemitraan sinergis, Bayu menyebut bahwa di dalam program ini terdapat lembaga lain dari pihak ketiga yang ikut terlibat. Sebagai contoh Bayu menyebut program mitra tani di Sulawesi Selatan misalnya, lahan yang digunakan adalah lahan milik dari Universitas Hasanuddin (Unhas).
“Ada sebagian dari kemitraan di Sulawesi Selatan itu lahannya Unhas, jadi lahannya mitra kita. Subprodinya dari Bulog, petani dibayar oleh Bulog, kemudian mitra budidayanya itu dosen-dosen dan mahasiswa Unhas sedangkan Bulog menjadi standby buyer,” jelasnya.
Terakhir, program mitra tani yang paling luas adalah program makmur BUMN yang didalamnya terdapat Pupuk Indonesia Holding Company, Bank Rakyat Indonesia (BRI) serta asuransi central Asia (ACA).
“Jadi ini adalah langkah huluisasi, mencoba untuk masuk ke on-farm, memahami bagaimana kondisi produksi dan dengan itu kita bisa betul-betul mengetahui apa kendala yang dihadapi oleh para petani, langkah untuk meningkatkan produktivitas. Dan yang juga sangat penting bagi Bulog untuk mengetahui berapa harga pokok produksi petani yang lebih objektif, sehingga kita bisa memberikan masukan apakah harga pokok penjualan (HPP) itu sudah pas atau mungkin perlu direview dan sebagainya,” ujar Bayu.
Sebagaimana diketahui, saat ini Perum Bulog sudah ada lahan seluas 1.336 hektare program mitra tani yang berhasil dikelola, dan ada 42 hektare lainnya merupakan dari bagi hasil.
“Jadi kurang lebih secara keseluruhan sekitar 1.380 hektare yang sudah. Targetnya sampai akhir tahun mungkin enggak banyak-banyak, mungkin hanya sampai 2 ribuan hektare. Tahun depan mungkin akan lebih besar, mudah-mudahan bisa sampai 10 ribuan hektare dan seterusnya secara gradual bertambah,” jelasnya. (Aji)